AYO cermati lagi retorika baru pemerintah kita. Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, dalam siaran pers di kantornya Rabu 28 Mei 2025, secara mendadak dan semangat menyatakan bahwa "ruang siber adalah jantung pertahanan baru bangsa". Pernyataan heroik ini secara akal sehat patut disambut baik, namun, sebagai aktivis konsumen yang telah dua dekade lebih berjuang, tentu ada hal yang harus ditegaskan bahwa konsumen Indonesia adalah korban paling rentan dalam medan perang digital ini, dan perlindungan mereka sering terabaikan.
Kasus peretasan BSI yang disebut Menteri Komdigi, “Hoaks bukan sekadar gangguan informasi, tapi bisa merusak ideologi, memperkeruh politik, dan menghancurkan kohesi sosial,” menunjukkan dampak langsung ancaman siber pada jutaan warga kita. Ngeri? Iya pasti. Tetapi, kini, ancaman itu berevolusi lebih seram menjadi Deepfake AI, teknologi yang mampu meniru suara, wajah, dan gaya komunikasi dengan presisi menakutkan, membuka gerbang penipuan baru yang lebih canggih.
Oleh karenanya, fokus pemerintah pada "ketahanan nasional" di ruang siber harus diimbangi dengan perlindungan nyata bagi konsumen dari penipuan Deepfake AI, khususnya di sektor keuangan. Kenapa sektor keuangan? Ya jelas, karena menyangkut kebutuhan dasar semua kalangan, dari bawah ke atas: duit.
Ancaman penipuan Deepfake AI di sektor keuangan sangat besar dan terus meningkat. Bayangkan saja, Anda menerima panggilan video dari "direktur bank" atau pesan suara dari "anggota keluarga" yang meminta transfer dana. Semua bisa jadi deepfake. Ini berpotensi pada pencurian identitas, penipuan transaksi, hingga manipulasi pasar.
Waspada Deepfake: Kenali Ciri-cirinya!
Edukasi harus konkret. Masyarakat wajib tahu ciri-ciri deepfake. Setiap memperoleh informasi audio visual, masyarakat agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
• Video Fake : Gerakan mata atau kedipan aneh, ekspresi wajah kaku, pencahayaan tidak konsisten, sinkronisasi bibir buruk, atau adanya artefak digital.
• Audio Fake : Intonasi atau ritme suara tidak alami, jeda aneh, kualitas audio tidak konsisten, atau penggunaan kata yang tidak biasa bagi pembicara asli.
• Teks Fake : Bahasa terlalu sempurna/robotik, gaya penulisan inkonsisten, atau pesan yang mendesak tindakan finansial tanpa verifikasi.
Lindungi Diri dari Deepfake: Langkah Konkret Konsumen
1. Selalu Verifikasi Independen : Jika mencurigakan, hubungi pihak terkait melalui saluran resmi yang Anda kenal, bukan dari informasi penipu.
2. Percayai Intuisi Anda : Jika ada yang "tidak beres," waspada!
3. Ajukan Pertanyaan Khas : Tanyakan detail spesifik yang hanya diketahui pihak asli.
4. Aktifkan Autentikasi Dua Faktor (2FA): Lapisan keamanan ekstra ini krusial.
5. Perbarui Perangkat Lunak : Pastikan sistem dan aplikasi Anda selalu mutakhir.
6. Edukasi Diri dan Lingkungan : Sebarkan informasi ini.
Selama ini lembaga perlindungan warga sebagai konsumen ditangani oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), FKBI dll. Ketika era digital merasuki aktivitas konsumen tentu peran lembaga konsumen harus lebih cermat dan harus lebih masif mengedukasi masyarakat.
Peran Lembaga Konsumen (FKBI, YLKI dll.) Melawan Deepfake
Lembaga seperti perlindungan perannya jadi sangat krusial. Prioritas aksi nyatanya sebagai berikut :
1. Mengintensifkan Edukasi Publik : Kampanye masif dengan materi mudah dipahami, relevan, dan contoh nyata.
2. Mendorong Kolaborasi Konkret : Bersama OJK, BI, lembaga keuangan, Komdigi, dan penegak hukum untuk berbagi informasi modus penipuan dan mengembangkan standar keamanan.
3. Advokasi Kebijakan Pro-Konsumen : Mendesak pemerintah mewajibkan lembaga keuangan berinvestasi pada teknologi pendeteksi deepfake, mempertegas hukum, dan memastikan jalur pemulihan jelas bagi korban.
4. Membangun Pusat Pengaduan Deepfake :
Menyediakan layanan khusus untuk korban, memberikan bimbingan, dan membantu pelaporan.
5. Riset dan Pemantauan Berkelanjutan : Terus memantau perkembangan deepfake dan modus penipuan.
6. Mengajak segenap pakar IT dan AI Terlibat : Berusaha untuk memanggil saudara-saudara kita para pakar IT dan Ai untuk turut mengejar dan mengalahkan Deepfake, serta ikut mengedukasi konsumen Indonesia dengan berbagai caranya mereka.
Jadi, faktor yang hampir lepas dari retorikanya Menteri Meutia adalah, ketahanan nasional yang sejati dimulai dari perlindungan warganya. Ancaman deepfake AI bukan isapan jempol! Ini makhluk sangat bisa mencapai setiap rumah, mengancam finansial dan keamanan pribadi. Regulasi pemerintah (Komdigi dan Lembaga-lembaga pertahanan negara) harus diimplementasikan dengan strategi perlindungan konsumen yang adaptif dan ramah, bukan yang asal jadi saja.
Para aktivis dan pemerhati konsumen tak bosan menyerukan kolaborasi tulus dari semua pihak, dengan perlindungan konsumen sebagai garda terdepan. Hanya dengan aksi nyata, kita dapat menjaga Indonesia dari ancaman tak kasat mata di ruang maya.
Sudah saatnya kita bergerak melampaui retorika. Jangan biarkan konsumen Indonesia menjadi korban pasif di medan perang digital ini. Bersama lawan dan kalahkan Deepfake, Allahu Akbar!
(Indah Suksmaningsih, Aktivis Senior dan Pemerhati Konsumen)
(Arief Setyadi )