Kedua pihak saling menuduh sebagai penyebab dimulainya konflik. Perjanjian gencatan senjata diumumkan pada tahun 2011 setelah tujuh hari pertempuran sengit, yang mengakibatkan setidaknya 15 orang tewas dan puluhan ribu warga sipil mengungsi.
Setelah intensitas konflik berkurang selama beberapa tahun, ketegangan kembali muncul pada 28 Mei 2025, ketika seorang prajurit Kamboja tewas dalam pertempuran di wilayah perbatasan Segitiga Zamrud, yang memicu respons militer dari kedua negara.
Thailand kemudian menutup jalur perbatasan dan mengurangi pasokan listrik serta internet ke Kamboja, sementara Kamboja merespons dengan memblokir impor bahan bakar dan media dari Thailand.
Puncaknya terjadi pada 23–24 Juli 2025, ketika ledakan ranjau menyebabkan seorang tentara Thailand kehilangan kaki. Thailand menuduh ranjau tersebut dipasang oleh Kamboja di wilayah yang disengketakan. Namun, pihak Kamboja mengklaim ranjau itu telah ada sejak lama.
Keesokan harinya, pertikaian meningkat menjadi serangan udara; Thailand mengerahkan pesawat jet F-16, sementara Kamboja membalas dengan roket BM-21 ke wilayah perbatasan Thailand dalam jumlah besar.