JAKARTA — Perdana Menteri Nepal, K. P. Sharma Oli, mengundurkan diri pada Selasa (9/9/2025) setelah para demonstran antikorupsi menentang jam malam tanpa batas waktu dan bentrok dengan polisi. Oli mundur sehari setelah 19 orang tewas dalam protes keras yang dipicu oleh larangan media sosial.
Pemerintah Oli mencabut larangan tersebut setelah protes meningkat pada Senin (8/9/2025), dengan polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah pengunjuk rasa yang mencoba menyerbu parlemen. Sembilan belas orang tewas dan lebih dari 100 orang terluka dalam kerusuhan tersebut.
Namun, protes pada Selasa tidak mereda, memaksa Oli untuk mundur dan menjerumuskan Nepal ke dalam ketidakpastian politik baru.
Kerusuhan ini merupakan yang terburuk dalam beberapa dekade di negara Himalaya yang miskin itu, yang terjepit di antara India dan China, dan telah berjuang melawan ketidakstabilan politik serta ketidakpastian ekonomi sejak protes yang menyebabkan penghapusan monarki pada 2008.
“Mengingat situasi yang merugikan di negara ini, saya telah mengundurkan diri efektif hari ini untuk memfasilitasi solusi atas masalah ini dan membantu menyelesaikannya secara politis sesuai dengan konstitusi,” kata Oli dalam surat pengunduran dirinya kepada Presiden Ramchandra Paudel, sebagaimana dilansir Reuters.
Seorang ajudan Paudel mengatakan kepada Reuters bahwa pengunduran diri telah diterima dan Presiden telah memulai “proses dan diskusi untuk pemimpin baru”.
Angkatan Bersenjata Nepal mengunggah imbauan di X yang meminta masyarakat untuk “menahan diri” karena pengunduran diri Oli telah diterima.
Oli (73) dilantik untuk masa jabatan keempatnya pada Juli tahun lalu sebagai perdana menteri ke-14 negara itu sejak 2008. Dua rekan kabinetnya mengundurkan diri pada Senin malam, dengan alasan moral mereka tidak ingin melanjutkan masa jabatan.
Sebelumnya pada Selasa, Oli mengadakan pertemuan dengan semua partai politik dan mengatakan bahwa kekerasan bukanlah kepentingan bangsa, serta “kita harus menempuh dialog damai untuk menemukan solusi atas masalah apa pun”.
Oli juga mengatakan ia sedih atas insiden kekerasan yang terjadi akibat “infiltrasi dari berbagai pihak yang egois”. Ia tidak menanggapi secara langsung keluhan para pengunjuk rasa tentang korupsi.
Saksi mata mengatakan para pengunjuk rasa membakar rumah beberapa politisi di Kathmandu, dan media lokal melaporkan bahwa beberapa menteri diselamatkan oleh helikopter militer.
Reuters tidak dapat segera memverifikasi informasi tersebut.
Bandara Kathmandu, gerbang internasional utama Nepal, ditutup seketika karena asap dari kebakaran yang dilakukan para pengunjuk rasa di dekatnya dapat membahayakan keselamatan pesawat, kata Otoritas Penerbangan Sipil Nepal.
Penyelenggara protes, yang menyebar ke kota-kota lain di negara Himalaya itu, menyebutnya “demonstrasi oleh Gen Z”, didorong oleh rasa frustrasi yang meluas di kalangan anak muda terhadap kurangnya tindakan pemerintah untuk memberantas korupsi dan meningkatkan peluang ekonomi.
“Protes itu terutama ditujukan untuk melawan korupsi yang merajalela di pemerintahan,” ujar seorang pengunjuk rasa dalam surel kepada Reuters, dengan tanda tangan di bawah nama “Warga Negara Nepal yang Peduli”.
Anak-anak muda Nepal mengunggah konten di media sosial tentang “kehidupan mewah keluarga dan anak-anak politisi serta pegawai negeri sipil yang korup”, dan pemerintah merespons dengan menutup platform media sosial, demikian bunyi surel tersebut.
Pekan lalu, pemerintahan Oli memberlakukan larangan media sosial yang memblokir akses ke beberapa platform daring setelah menyatakan platform‑platform tersebut gagal mendaftarkan diri ke pemerintah. Para kritikus mengatakan itu upaya mengekang kebebasan berbicara, tuduhan yang dibantah pemerintah dengan menyebut penyalahgunaan media sosial untuk menyebarkan disinformasi dan melakukan penipuan, di antara kekhawatiran lainnya.
(Rahman Asmardika)