MAKI Serahkan Foto Istri Pejabat yang Diduga Terima Fasilitas Haji Furoda ke KPK

Nur Khabibi, Jurnalis
Sabtu 13 September 2025 14:18 WIB
Istri Pejabat Diduga Terima Fasilitas Haji Furoda (foto: Okezone)
Share :

JAKARTA – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menyatakan telah menyerahkan foto-foto sejumlah istri pejabat yang berangkat haji furoda dan diduga menerima fasilitas negara kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Penyerahan ini dilakukan saat Boyamin menyerahkan data tambahan terkait kasus dugaan korupsi kuota haji pada Jumat 12 September 2025.

“Saya tambahkan yang istri-istri pejabat, foto-fotonya saya sudah serahkan, yang berangkat dengan haji furoda tapi menerima fasilitas negara, hotel dan makan. Itu kan seharusnya nggak boleh,” kata Boyamin.

Boyamin juga mengungkapkan, ada tukang pijat hingga pembantu rumah tangga para pejabat yang turut berangkat haji menggunakan sistem petugas haji.

Menurutnya, hal ini menyalahi aturan karena petugas haji harus melalui ujian dan bertugas melayani jemaah haji secara resmi.

“Tapi karena ini hanya pembantu dan tukang pijat, mereka hanya melayani majikannya saja, tidak melayani jemaah. Tadi saya serahkan lebih lengkap, berupa foto-foto,” ujarnya.

 

Sebelumnya, Boyamin Saiman mendatangi Gedung Merah Putih KPK pada Jumat (12/9/2025) untuk menyerahkan dokumen terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2024.

“Saya datang ke KPK menambah data yang terkait dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji, yaitu surat tugas nomor 956 Tahun 2024 yang dibuat 29 April 2024 oleh Inspektur Jenderal Kementerian Agama, Pak Faisal, ini tanda tangan dengan barcode,” kata Boyamin di Gedung Merah Putih KPK.

Dalam surat tersebut, menurut Boyamin, eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) bersama beberapa orang lainnya ditugaskan melaksanakan pemantauan ibadah haji 2024. Hal ini, kata Boyamin, menjadi tugas ganda bagi Yaqut karena ia sudah berstatus amirul hajj.

Tugas pemantauan tersebut diduga berbenturan dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

“Jadi Menteri Agama dan Staf Khusus nggak boleh jadi pengawas, apalagi Menteri Agama itu sudah jadi amirul hajj, sudah dibiayai negara untuk akomodasi dan uang harian,” ujarnya.

 

Boyamin melanjutkan, dari tugas pemantauan tersebut Yaqut diduga menerima uang tambahan sebesar Rp7 juta per hari.

“Nah diduga juga diberikan uang harian sebagai pengawas, sehari Rp7 juta, ya kali 15 hari ya berapa itu,” ucapnya.

Ia menegaskan, permasalahan ini bukan hanya terkait penerimaan Yaqut, tetapi juga soal pelanggaran UU Nomor 8 Tahun 2019.

“Pengawas luar itu DPR, BPK, dan BPKP segala macam. Pengawas internal itu dari APIP, APIP itu orang-orang Inspektorat Jenderal, inspektur lah, pengawasnya Kementerian Agama,” tutur dia.

“Maka di sini menjadi ganda, bukan sekadar ganda anggaran, tapi sebenarnya nggak boleh. Menteri Agama dan Staf Khusus nggak boleh jadi pengawas, karena pengawas harus APIP atau orang dari Inspektorat Jenderal,” sambungnya.

(Awaludin)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya