Lebih jauh, Cania menyoroti efek sistem proporsional terbuka yang kerap melahirkan caleg selebriti. Menurutnya, partai politik seringkali memilih figur populer untuk mengejar ambang batas minimal 4%, meskipun tidak semua memiliki kapasitas.
“Bagaimana partai bisa lolos 4% ambang batas suara kalau calonnya tidak dikenal? Akhirnya mereka taruh selebritas sebagai caleg. Karena jutaan orang sudah tahu figur itu,” jelasnya.
Cania menegaskan, tanpa perbaikan sistem, siklus ini akan terus berulang: pemilu yang mahal, praktik politik uang yang dominan, hingga caleg tak kompeten yang terpilih.
“Kita mesti keluar dari game ini. Sistem pemilu harus dikoreksi supaya popular vote tidak terus-menerus melahirkan siklus inkompetensi,” tegasnya.
(Awaludin)