Peran Adik JK di Kasus Korupsi PLTU Kalbar hingga Jadi Tersangka

Ari Sandita Murti, Jurnalis
Senin 06 Oktober 2025 18:12 WIB
Dirtindak Kortas Tipidkor Polri, Brigjen Totok Suharyanto (Foto: Ari Sandita/Okezone)
Share :

JAKARTA – Dirtindak Kortas Tipidkor Polri, Brigjen Totok Suharyanto membeberkan keterlibatan Halim Kalla alias HK, adik mantan Wakil Presiden (Wapres) RI Jusuf Kalla dalam kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat tahun 2008–2018.

"Mens rea yang dibangun adalah pelaksanaan lelang tersebut. Didapat fakta tersangka FM selaku Dirut PLN telah melakukan pemufakatan untuk memenangkan salah satu calon dengan tersangka HK dan tersangka RR selaku pihak PT BRN dengan tujuan untuk memenangkan lelang PLTU 1 Kalimantan Barat," ujarnya, Senin (6/10/2025).

Menurutnya, proses penyelidikan kasus itu dilakukan sejak 13 November 2024, di mana ada 65 saksi dan 5 ahli yang diperiksa polisi untuk membuat kasusnya terang benderang. Polisi juga menerima laporan hasil pemeriksaan investigatif perhitungan kerugian negara dari BPK, yang mana kerugian negara berupa total loss senilai USD62.410.523,20 dan Rp323.199.898.518.

Dari hasil penyelidikan ditemukan fakta pada 2008, PT PLN mengadakan lelang ulang untuk pekerjaan pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat dengan kapasitas output sebesar 2x50 MW yang direncanakan akan dibangun di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat. 

Pelaksanaan lelang tersebut didapat fakta tersangka FM selaku Dirut PLN telah melakukan pemufakatan untuk memenangkan salah satu calon dengan tersangka HK dan RR selaku pihak PT BRN dengan tujuan memenangkan lelang PLTU 1 Kalimantan Barat.

"Selanjutnya, dalam pelaksanaan lelang diketahui panitia pengadaan atas arahan Direktur Utama PLN, tersangka FM, telah meloloskan dan memenangkan KSO BRN–Alton–OJSC meskipun tidak memiliki syarat teknis maupun administrasi. Selain itu, diduga kuat perusahaan Alton–OJSC tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN," tuturnya.

Ia menambahkan, pada 2009 sebelum dilaksanakan penandatanganan kontrak, KSO BRN telah mengalihkan seluruh pekerjaan ke PT Praba Indopersada dengan Dirutnya, tersangka HYL, dengan kesepakatan pemberian imbalan fee ke PT BRN. Selanjutnya, HYL diberi hak sebagai pemegang keuangan KSO BRN.

"Dalam hal ini diketahui bahwa PT Praba juga tidak memiliki kapasitas untuk mengerjakan proyek PLTU di Kalimantan Barat. Kemudian, pada tanggal 11 Juni 2009 dilakukan penandatanganan kontrak oleh tersangka FM selaku Dirut PLN dengan tersangka RR selaku Dirut PT BRN dengan nilai kontrak USD80.848.341 dan Rp507.424.168.000 atau total kurs saat itu Rp1,254 triliun," ujarnya.

Ia menambahkan, tanggal efektif kontrak adalah 28 Desember 2009 dengan masa penyelesaian sampai 28 Februari 2012. Pada akhir kontrak, KSO BRN maupun PT Praba Indopersada baru menyelesaikan 57 persen pekerjaan, lalu telah dilakukan beberapa kali amandemen sebanyak 10 kali dan terakhir pada 31 Desember 2018.

"Akan tetapi, fakta sebenarnya pekerjaan telah terhenti sejak 2016 dengan hasil pekerjaan 85,56 persen. Sehingga, PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar dan sebesar USD62,4 juta. Itulah yang terjadi dengan total loss kerugian yang tadi telah disampaikan," katanya.

(Arief Setyadi )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya