Beijing Bersiap Gelar KTT Global Perempuan, Komitmen China Soal Kesetaraan Gender Jadi Perhatian

Rahman Asmardika, Jurnalis
Kamis 09 Oktober 2025 12:05 WIB
Komitmen kesetaraan gender China jadi perhatian jelang KTT Global Perempuan di Beijing bulan ini. (Foto: Unsplash)
Share :

JAKARTA - China menjadi sorotan menjelang KTT Global Perempuan yang akan digelar di Beijing bulan ini. Pasalnya, KTT kali ini menjadi momen penting menandai 30 tahun Konferensi Dunia Keempat tentang Perempuan, yang juga digelar di kota yang sama 30 tahun lalu, di mana negara-negara peserta berkomitmen memajukan kesetaraan gender dan pengembangan perempuan secara menyeluruh.

Namun, sejumlah organisasi dan pengamat menilai langkah China dalam memenuhi komitmen tersebut masih belum memuaskan.

Dalam pernyataannya di Sidang ke-58 Dewan HAM PBB, International Service for Human Rights (ISHR) menyoroti peningkatan penindasan terhadap aktivis perempuan di China. Laporan tersebut menyebut adanya praktik sensor, pengawasan, penahanan sewenang-wenang, intimidasi, hingga tuntutan hukum bermotif politik terhadap pembela hak asasi manusia perempuan.

Gerakan #MeToo di China, yang mengusung perlawanan terhadap pelecehan seksual dan kekerasan berbasis gender, telah menghadapi resistensi dari pemerintah. Meskipun mendapatkan dukungan dari generasi muda, gerakan ini terbentur pada norma sosial patriarkal dan keputusan pengadilan konservatif yang jarang mengabulkan gugatan penyintas.

Kasus penahanan aktivis seperti Huang Xueqin — jurnalis dan aktivis #MeToo yang divonis lima tahun penjara — dan He Fangmei — advokat keamanan vaksin yang dijatuhi hukuman lima tahun enam bulan — menjadi sorotan organisasi internasional, demikian diwartakan The Hong Kong Post, Kamis (9/10/2025).

 

Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dalam laporan 2023 juga menyampaikan kekhawatiran terkait rendahnya representasi perempuan dalam lembaga legislatif dan eksekutif di China, serta laporan intimidasi dan kekerasan berbasis gender terhadap pembela HAM perempuan. Data menunjukkan perempuan hanya mengisi 26,54 persen kursi di Kongres Rakyat Nasional ke-14, dan sejak Oktober 2022 tidak ada perempuan di level eksekutif tertinggi.

Kebijakan demografi China turut menuai kritik. Sejak diberlakukannya kebijakan satu anak pada pertengahan 1980-an hingga perubahan menjadi dua anak pada 2016 dan tiga anak pada 2020, pengamat menilai kebijakan tersebut sering diiringi tekanan terhadap hak reproduksi perempuan. Penurunan tajam angka kelahiran dan pernikahan di kalangan generasi muda menunjukkan perubahan pandangan perempuan terhadap peran tradisional dalam keluarga.

Rekam jejak penanganan isu kekerasan seksual di ruang publik juga menjadi perhatian. Pada 2015, lima aktivis perempuan — dikenal sebagai “Feminist Five” — ditahan karena merencanakan kampanye kesadaran pelecehan seksual di transportasi umum pada Hari Perempuan Internasional. Studi di City University of Hong Kong menunjukkan lebih dari 80 persen perempuan di Tiongkok pernah mengalami pelecehan di transportasi publik, meski sebagian mulai berani mengungkap melalui gerakan #MeToo.

 

Sebagai tuan rumah KTT Perempuan, Beijing dinilai perlu menunjukkan tindakan nyata atas komitmen tahun 1995, bukan sekadar retorika politik. Pengamat menilai rekam jejak pemerintah China — mulai dari pembatasan ruang gerak aktivis hingga lemahnya perlindungan hak reproduksi — menunjukkan tantangan besar bagi kesetaraan gender di negara tersebut.

KTT ini menjadi momentum bagi komunitas internasional untuk menilai apakah langkah-langkah yang diambil sejalan dengan janji yang pernah dibuat tiga dekade lalu.

(Rahman Asmardika)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya