Seiring berlarutnya perang, Hamas menghadapi tantangan internal yang semakin besar terhadap kendalinya atas Gaza dari kelompok-kelompok yang telah lama berselisih dengannya, yang seringkali berafiliasi dengan klan.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan awal tahun ini bahwa Israel telah mempersenjatai klan-klan yang menentang Hamas, tanpa mengidentifikasi mereka.
Di Kota Gaza, Hamas sebagian besar bertempur melawan klan Doghmosh, menurut warga dan sumber Hamas.
Pejabat keamanan tersebut tidak mengidentifikasi "geng" yang menjadi sasaran di Kota Gaza atau mengatakan apakah mereka dicurigai menerima dukungan dari Israel.
Pemimpin klan anti-Hamas yang paling menonjol adalah Yasser Abu Shabab, yang berbasis di wilayah Rafah - wilayah yang belum ditarik Israel. Dengan menawarkan gaji yang menarik, kelompoknya telah merekrut ratusan pejuang, ungkap seorang sumber yang dekat dengan Abu Shabab kepada Reuters awal tahun ini. Hamas menyebutnya sebagai kolaborator Israel, sebuah tuduhan yang dibantahnya.
Pejabat keamanan Gaza tersebut mengatakan, selain bentrokan di Kota Gaza, pasukan keamanan Hamas telah membunuh "tangan kanan" Abu Shabab dan upaya sedang dilakukan untuk membunuh Abu Shabab sendiri.
Abu Shabab tidak segera menanggapi pertanyaan terkait komentar pejabat tersebut. Reuters tidak dapat segera memverifikasi klaim bahwa ajudannya telah terbunuh.
Hussam al-Astal, tokoh anti-Hamas lainnya yang berbasis di Khan Younis di wilayah yang dikuasai Israel, mengejek kelompok tersebut dalam sebuah pesan video pada Minggu. Ia mengatakan, setelah menyerahkan para sandera, peran dan kekuasaannya di Gaza akan berakhir.
Analis Palestina Reham Owda mengatakan tindakan Hamas bertujuan menghalangi kelompok-kelompok yang telah bekerja sama dengan Israel dan berkontribusi pada ketidakamanan selama perang. Hamas juga bertujuan menunjukkan petugas keamanannya harus menjadi bagian dari pemerintahan baru, meskipun hal ini akan ditolak Israel, ujarnya.
(Erha Aprili Ramadhoni)