JAKARTA – Warga di Filipina tengah pada Rabu (5/11/2025), mulai membersihkan lumpur dari jalanan dan sisa-sisa rumah mereka setelah Topan Kalmaegi menewaskan sedikitnya 85 orang dan menyebabkan puluhan lainnya hilang saat menerjang wilayah tersebut.
Pemandangan kerusakan parah terlihat di provinsi Cebu, salah satu pusat pariwisata yang paling parah terdampak. Seiring surutnya air banjir, skala kehancuran tampak jelas: rumah-rumah hancur menjadi puing-puing, kendaraan terbalik, dan jalanan dipenuhi material sisa bencana.
Di antara 85 korban tewas, terdapat enam personel militer yang helikopternya jatuh di Agusan del Sur, Pulau Mindanao, saat menjalankan misi kemanusiaan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana Filipina juga melaporkan 75 orang hilang dan 17 orang luka-luka.
Bencana akibat Kalmaegi, yang secara lokal dinamai Tino, terjadi hanya sebulan setelah gempa bumi berkekuatan 6,9 skala Richter melanda Cebu utara, menewaskan puluhan orang dan membuat ribuan warga mengungsi.
Topan ini merendam ribuan rumah, menyebabkan banjir besar, serta memicu pemadaman listrik di banyak wilayah. Lebih dari 200.000 orang dievakuasi di seluruh wilayah Visayas, sebagian wilayah selatan Luzon, dan utara Mindanao.
Kalmaegi, badai ke-20 yang melanda Filipina tahun ini, diperkirakan akan menguat saat bergerak di atas Laut Cina Selatan. Badai tersebut kini sedang menuju Vietnam, dengan berbagai persiapan dilakukan menjelang pendaratan yang diperkirakan terjadi pada Jumat (7/11/2025).
Pemerintah China juga telah memperingatkan adanya "proses gelombang dahsyat" di Laut Cina Selatan dan mengaktifkan respons darurat bencana maritim di provinsi paling selatannya, Hainan, menurut laporan stasiun televisi negara CCTV.
Pada September lalu, Topan Super Ragasa juga melanda Filipina utara, memaksa sekolah dan kantor pemerintah ditutup akibat angin kencang dan hujan deras yang dibawanya.
(Rahman Asmardika)