DPR Dorong Pengawasan Eksternal Polri Usai Kasus Kekerasan Seksual Oknum Polisi

Achmad Al Fiqri, Jurnalis
Kamis 06 November 2025 00:22 WIB
Kasus Kekerasan Seksual Oknum Polisi (foto: Okezone)
Share :

JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, menyampaikan keprihatinan atas kasus yang melibatkan oknum polisi dalam tindak pelecehan dan kekerasan seksual.

Ia menyoroti dua kasus yang mencuat baru-baru ini, yakni pelecehan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, serta kasus pemerkosaan dan pembunuhan dosen di Kabupaten Bungo, Jambi, yang dilakukan oleh Bripda Waldi alias W (22).

Menurut Abdullah, maraknya kasus serupa menunjukkan perlunya langkah strategis jangka panjang, terutama melalui peningkatan kapasitas Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Pidana Perdagangan Orang (Dirtipid PPA–PPO) Bareskrim Polri.

“Saya meminta pelaku cat calling di Jaksel dan pemerkosaan serta pembunuhan di Muaro Bungo, Jambi, diusut tuntas dan diberikan sanksi seberat-beratnya, baik etik maupun pidana. Yang terpenting, tingkatkan kapasitas Ditipid PPA–PPO Bareskrim Polri, baik secara internal maupun eksternal,” ujar Abdullah, Rabu (5/11/2025).

Abdullah menilai peningkatan kapasitas tersebut penting untuk memperkuat sistem perlindungan terhadap masyarakat, terutama perempuan dan anak, dari kejahatan seksual yang meresahkan publik. Ia menambahkan, Direktorat PPA–PPO juga harus berperan aktif dalam pencegahan di lingkungan internal kepolisian, antara lain melalui pelatihan dan edukasi berperspektif gender bagi seluruh anggota Polri.

 

Langkah itu, kata Abdullah, sejalan dengan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pengarusutamaan Gender, serta Surat Telegram Kapolri Nomor ST/2011/IX/Kep/2024 tertanggal 20 September 2024.

“Artinya, peraturan ini harus dijalankan oleh semua anggota polisi dengan komitmen penuh dan konsisten,” tegasnya.

Selain itu, Abdullah juga mendorong tes psikologis rutin bagi anggota Polri, baik selama masa pendidikan maupun saat bertugas aktif. Menurutnya, tes ini krusial untuk mendeteksi potensi pelanggaran dan mencegah tindak kekerasan seksual sejak dini.

“Tes psikologis yang terukur dan rutin sangat strategis untuk menekan kasus pelecehan serta kekerasan seksual terhadap perempuan. Ini bagian dari reformasi kepolisian di bidang pengawasan internal,” jelasnya.

Tak hanya menyoroti pengawasan internal, Abdullah juga menekankan pentingnya pengawasan eksternal melalui kolaborasi dengan lembaga independen seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, serta organisasi masyarakat sipil yang fokus pada isu kesetaraan gender.

“Mekanisme pengawasan eksternal ini bisa dilakukan melalui kerja sama dengan lembaga-lembaga independen yang memiliki kompetensi dalam perlindungan perempuan dan hak asasi manusia,” ungkapnya.

 

Lebih lanjut, politisi yang akrab disapa Abduh ini menilai seluruh upaya tersebut akan efektif jika disertai dengan transparansi data dari pihak kepolisian.

“Polri perlu mempublikasikan data kasus secara terbuka—berapa banyak kasus, apa penyebabnya, bagaimana dampaknya, dan sejauh mana penanganannya. Dari situ bisa dirumuskan strategi dan taktik yang lebih efektif untuk mencegah kasus serupa di masa depan,” pungkas Abduh.

Diketahui, dalam beberapa waktu terakhir publik dihebohkan dengan dua kasus menonjol yang melibatkan oknum polisi. Pertama, dugaan pelecehan verbal (cat calling) oleh anggota Polri di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang kini tengah diperiksa oleh Polda Metro Jaya.

Sementara kasus kedua melibatkan Bripda Waldi alias W (22) yang memerkosa dan membunuh dosen EY (37) di Kabupaten Bungo, Jambi, pada Minggu (2/11/2025). Pelaku sempat menyamar dengan rambut palsu (wig) dan mengepel lokasi kejadian untuk menghilangkan jejak sebelum akhirnya ditangkap aparat kepolisian.
 

(Awaludin)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya