MALAYSIA – Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum meminta dukungan negara-negara dan pemangku kepentingan global dalam upaya mendorong pembentukan instrumen hukum internasional yang mengatur tata kelola royalti hak cipta di lingkungan digital.
Ajakan ini disampaikan dalam Forum CTRL+J International Conference: Fund for Public Interest Media yang digelar pada 19 November 2025 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Indonesia memaparkan Indonesian Proposal for a Legally Binding Instrument on the Governance of Copyright Royalty in the Digital Environment sebuah inisiatif untuk mengatasi ketimpangan global dalam sistem lisensi dan distribusi royalti digital.
Proposal ini menegaskan pentingnya pelindungan kekayaan intelektual (KI), khususnya hak cipta, guna memastikan pencipta dan pemilik hak mendapatkan kompensasi yang adil atas pemanfaatan karya mereka, termasuk oleh platform digital dan sistem kecerdasan buatan (AI).
Konferensi CTRL+J mempertemukan pemimpin organisasi media internasional, akademisi, dan regulator dari berbagai negara. Kegiatan dibuka oleh Paula Miraglia (Momentum Journalism & Tech Task Force), Wahyu Dhyatmika (AMSI), Michael Markovitz (Gordon Institute of Business Science), serta Irene Jay Liu (International Fund for Public Interest Media).
Menteri Komunikasi Malaysia Fahmi Fadzli turut menyampaikan keynote speech yang menekankan urgensi tata kelola hak digital yang lebih adil dan transparan.
Dalam sesi utama, Indonesia diwakili oleh Andry Indrady, Kepala Badan Strategi Kebijakan (BSK), yang menjelaskan bahwa ketidakseimbangan sistem global saat ini merugikan negara berkembang.
“Banyak organisasi manajemen kolektif (CMO) di Global South masih memiliki infrastruktur hukum yang lemah, basis data hak cipta yang terfragmentasi, serta keterbatasan dalam menilai nilai ekonomi penggunaan digital. Akibatnya, pemegang hak tidak menerima timbal balik yang layak, termasuk dari pemanfaatan konten oleh platform digital dan sistem AI," ujar Andry.
Proposal Indonesia juga mendapat dukungan dari sejumlah tokoh internasional, seperti Paula Miraglia (Brasil), Michael Markovitz (Afrika Selatan), Burcu Kilic (Kanada), Irene Jay Liu (Inggris), serta organisasi media internasional lainnya. Mereka menilai langkah Indonesia strategis dan relevan untuk masa depan jurnalisme, terutama terkait isu penggunaan ulang konten, pelatihan AI, dan aliran royalti lintas negara.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Agung Damarsasongko menegaskan bahwa pelindungan KI bukan sekadar isu hukum, tetapi fondasi ketahanan ekonomi kreatif.
“Di era digital, setiap karya memiliki jejak nilai yang melintasi batas negara. Tanpa tata kelola royalti yang adil, para pencipta termasuk jurnalis akan terus berada pada posisi yang dirugikan. Indonesia mendorong kerangka global yang transparan, inklusif, dan mampu memastikan setiap pemanfaatan karya dihitung dan dibayar sebagaimana mestinya,” ujarnya.
Lebih jauh, Agung menekankan bahwa penguatan pelindungan hak cipta juga relevan bagi jurnalisme.
“Konten berita semakin sering digunakan sebagai data pelatihan AI, diambil ulang oleh agregator, atau didistribusikan kembali tanpa kompensasi. Kerangka hukum internasional yang kuat akan membantu negara-negara berkembang membangun posisi tawar, memperkuat keberlanjutan media lokal, dan menjaga ekosistem informasi publik yang sehat,” katanya.
Melalui partisipasi aktif dalam CTRL+J International Conference, Indonesia menunjukkan komitmen untuk membangun sistem kekayaan intelektual yang responsif terhadap perkembangan teknologi, memperjuangkan keadilan bagi pemilik hak, serta memperkuat kerja sama internasional.
DJKI berharap langkah ini akan menjadi fondasi bagi ekosistem royalti digital yang lebih setara dan mendorong perkembangan industri kreatif termasuk media dan jurnalisme di kawasan Global South.
(Agustina Wulandari )