JAKARTA - Kehadiran Polri di tengah bencana banjir Sumatera saat evakuasi korban, pengoperasian unit K-9, pendirian pos kesehatan, hingga pendistribusian logistik menunjukkan bahwa Polri tidak lagi membatasi tugas pada keamanan saja. Namun ikut mengisi celah-celah kritis dalam penanganan bencana ketika kapasitas daerah belum memadai.
‘’Di tengah situasi bencana yang kompleks, banjir bandang, longsor, serta terputusnya akses antarwilayah, Polri bergerak dengan pola yang menampilkan tiga elemen kunci,’’ujar Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, Selasa (9/12/2025).
‘’Yaitu kecepatan mobilisasi, efisiensi koordinasi, dan adaptasi fungsi kepolisian ke ranah kemanusiaan," lanjutnya.
Di sisi lain, kata diam bencana tersebut membuka kembali mata publik tentang faktor-faktor yang memperparah kerusakan, khususnya dugaan praktik pembalakan liar. Dalam konteks inilah langkah Polri melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap illegal logging menjadi signifikan.
Wakil Ketua Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB ini menjelaskan, media arus utama menyoroti bahwa temuan kayu-kayu gelondongan di lokasi banjir menjadi titik awal penyelidikan.
Tindakan ini diyakini menjadi cerminan bahwa Polri mulai memosisikan kejahatan lingkungan bukan lagi sebagai pelanggaran biasa, tetapi sebagai ancaman yang berdampak langsung terhadap keselamatan warga.
"Alih-alih hanya menindak pelaku saat ada laporan, Polri mencoba menghubungkan pola kejahatan lingkungan dengan risiko bencana, sehingga pendekatan hukum dapat diarahkan pada pencegahan kerusakan yang lebih besar," ujarnya.
Penindakan yang dilakukan mulai dari penangkapan pelaku, penyitaan kayu ilegal, hingga pengembangan jaringan distribusi kayu adalah bukti bahwa Polri mencoba mengungkap struktur ilegal logging, bukan sekadar menangkap pelaku lapangan.