Dari Bencana Sumatera ke Koreksi Struktur Penguasaan Tanah

Opini, Jurnalis
Minggu 28 Desember 2025 19:53 WIB
Didik J Rachbini (Foto: Dok Okezone)
Share :

Kerangka kebijakan yang harus diambil adalah menemukan hikmah dari  bencana  lalu melakukan koreksi struktural terhadap Penguasaan Tanah dan pengaturan tata ruang yang layak ekologis. Karena itu, perlu dibuat kebijakan Reforma Agraria Sumatera sebagai kebijakan korektif dan preventif untuk: (1) mengurangi risiko banjir secara struktural, (2) menata ulang penguasaan dan penggunaan tanah,(3) memberi kepastian hak tanah bagi rakyat dan korban bencana, dan (4) memulihkan fungsi ekologis DAS.  

Kebijakan ini harus dijalankan untuk mengatasi masalah yang sudah terlanjur terjadi, fungsi hutan yang rusak, konsesi  besar (HTI, sawit) yang menutup ruang resapan dan ketimpangan penguasaan tanah. Pelaksanaan usulan ini tidak memerlukan undang-undang baru, karena telah memiliki dasar konstitusional dan hukum yang kuat. Yang dibutuhkan adalah keputusan politik lintas sektor.

Akar Masalahnya adalah komplikasi di hulu, tengah dan hilir-baik karena deforestasi, konsesi HTI dan sawit di wilayah tangkapan air, dan juga ketimpangan penguasaan tanah, petani gurem, konflik agraria.  Banjir adalah indikator kegagalan tata ruang dan agraria, bukan sekadar bencana alam. 

Dalam keadaan kritis dan darurat seperti ini negara sah secara hukum melakukan redistribusi tanah demi keselamatan rakyat dan lingkungan. Yang mendesak negara harus dapat mengembalikan fungsi ekologis lahan sekaligus mendistribusikan tanah secara adil kepada rakyat kecil, petani, dan korban bencana.

Kebijakan baru harus dibuat dengan tujuan yang jelas untuk mengurangi risiko banjir melalui penataan ulang ruang dan tanah secara tegas dengan pengawasan publik (civil society, kampus, ormas) dan sekaligus mewujudkan aspek keadilan dengan melakukan koreksi atas penguasaan tanah. Tujuan jangka panjang adalah memulihkan fungsi ekologis DAS secara berkelanjutan.

Desain kebijakan reforma agraria dilakukan sekaligus dari hulu sampai hilir. Masalah deforestasi, izin skala besar, yang tidak layak dan menyimpang dikoreksi dengan kebijakan perhutanan sosial dan kebijakan Reforma Agraria Ekologis, sekaligus konversi hutan produksi kritis menjadi hutan desa, hutan adat, agroforestri rakyat. Hak kelola kolektif 35 tahun diberikan oleh negara.  

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya