JAKARTA - Dalam Rangka Memperingati Hari HAM se-dunia sejumlah kalangan kembali mendesak aparat terkait untuk menuntaskan pengusutan misteri kasus pembantaian berkedok dukun santet di Banyuwangi, Jawa Timur, pada 1998 silam.
Desakan kali ini datang dari beberapa organisasi kepemudaan yang tergabung dalam Aliansi Nasional untuk Keadilan Rakyat (ANKR). Muslim Hafidz, Juru Bicara ANKR menyatakan, kasus pembantaian perkedok dukun santet di Banyuwangi, 1998 silam termasuk kasus HAM berat. Karena itu, pihaknya mendesak Komnas HAM dan aparat terkait untuk segera menuntaskan kasus tersebut.
"Hampir 10 tahun sudah kasus pembantaian tersebut belum terungkap juga," ungkapnya kepada wartawan di sela-sela seminar bertajuk Membongkar Kejahatan HAM Masa Lalu; Rekonstruksi Kasus Dukun Santet Banyuwangi di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (10/12).
Menurutnya, pembantaian yang menewaskan 116 korban warga sipil tersebut disinyalir melibatkan oknum dengan motif dan kepentingan tertentu. "Maka, kami mendesak aparat untuk menyeret pelaku dan oknum yang terlibat langsung, terlebih menjadi dalang atas peristiwa pembantaian di Banyuwangi," tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kabul Supriyadi, mengatakan, kasus pembunuhan berkedok dukun santet itu jelas merupakan pelanggaran HAM. "Seperti disebutkan dalam Pasal 3 ayat 2 Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM yang menyebutkan: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan sama di depan hukum, "terangnya.
Dikatakannya, berdasarkan Pasal 7 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pengadilan HAM disebutkan, pelanggaran HAM yang berat meliputi, kejahatan genosida. "Kejahatan genosida itu adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok, bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama," paparnya.
Pelanggaran HAM, lanjutnya, juga meliputi kejahatan terhadap kemanusiaan. "Kejahatan terhadap kemanusiaan, menurut UU tersebut, adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Tablig dan Dakwah PP Muhammadiyah, Imam Addaruqutni, mengatakan, besar kemungkinan pembantaian yang sebagian besar korbannya kaum Nahdliyin itu merupakan operasi intelijen.
"Di mana-mana, di negara mana pun, kejahatan seperti itu biasanya dilakukan oleh intelijen. Itu (pembantaian Banyuwangi, Red) tidak mungkin dilakukan orang
biasa," pungkasnya.
(Syukri Rahmatullah)