BANDA ACEH - Komunitas ulama di Aceh menolak kehadiran Dewan Revolusi Islam (DRI) jika tujuannya ingin mengkudeta Pemerintahan yang sah. Mereka memandang kudeta pemimpin yang sah haram hukumnya.
“Kami tidak sependapat dengan kelompok yang ingin mengkudeta pemerintah yang sah, karena menurut pandangan ulama Aceh yang bermazhab ahlussunah waljamaah, mengkudeta pemerintah itu perbuatan zalim,” kata Sekretaris Jenderal Himpinan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Teungku Faisal Ali kepada okezone di Banda Aceh, Jumat (25/3/2011).
Kehadiran DRI yang diisukan salah satunya untuk mengambil alih Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ditentang oleh ulama dari pesantren-pesantren di Aceh tersebut.
Menurut Faisal, Islam menganjurkan umatnya tetap patuh kepada pemerintah yang sah.
“Pemerintah yang sah adalah pemerintah yang diterima oleh rakyat, apalagi seperti pemimpin di negeri ini yang sudah dipilih langsung oleh rakyat secara demokrasi. Kalau dia zalim, kenapa harus dipilih?” ujar Faisal yang juga Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Aceh.
Menurut Faisal, Islam sebagaimana dalam pemahaman ahlusunnah waljamaah, menganjurkan agar menunggu pemimpin itu habis masa jabatannya kemudian baru meminta rakyat agar tidak memilihnya lagi.
Mengkudeta seorang pemimpin di tengah masa jabatan, kata dia, sangat dilarang karena hal itu akan menjurus kepada kezaliman lebih besar. “Kezaliman yang terjadi sekarang kecil, ketimbang kezaliman saat berlangsung kudeta,” katanya.
Kudeta akan membawa malapetaka baru seperti terjadi aksi saling bunuh, saling membenci, saling dendam antara kelompok yang pro dan kontra. “Ini sangat dilarang dalam Islam,” sebut Faisal.
Dia menyebutkan pihaknya tetap berkomitmen patuh terhadap pemerintahan saat ini dan mengajak semua pihak ikut mengawal hingga akhir masa jabatannya agar tidak sampai menjurus kepada praktek otoriter.
“Ulama Aceh tetap berkomitmen taat kepada pemerintah sekarang. Sama seperti pada masa Gusdur memimpin dulu, sewaktu memimpin walaupun banyak dikecam kami tetap patuh. Setelah beliau tidak lagi menjadi pemimpin, maka kami taat kepada pemerintah baru saat itu,” tutur Faisal.
Dia mengingatkan masyarakat agar tak begitu saja percaya terhadap kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam, tanpa mengetahui bagaimana Islam itu sebenarnya.
“Kalau ada kelompok yang mengaku Islam terus berbuat hal-hal yang tidak dianjurkan dalam Islam itu harus diluruskan Islamnya,” sebut Faisal.
Atas nama ulama di Aceh, Faisal mengajak masyarakat agar selektif memilih pemimpin, jangan sampai sudah dipilih terus di tengah jalan mau diturunkan. Dia juga mengingatkan agar masyarakat selektif menindak isu-isu yang beredar, khususnya yang mengatasnamakan agama sehingga tak terjadi perpecahan di masyarakat.
(Anton Suhartono)