JAKARTA - Sembilan pengelola lapangan golf mengajukan uji materi pasal 42 ayat 2 huruf g Undang-Undang Nmor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Ke-sembilan pengelola tersebut adalah PT Pondok Indah Padang Golf, PT Padang Golf Bukit Sentul, PT Sanggraha Daksamitra, PT Sentul Golf Utama, PT New Kuta Golf dan Ocean View, PT Merapi Golf, PT Karawang Sport Center Indonesia, PT Damai Indah Golf, dan Asosiasi Pemlik Lapangan Golf Indonesia.
Mereka melakukan uji materi karena merasa keberatan dengan pasal 42 ayat 2 huruf g yang mendefinisikan golf sebagai objek pajak hiburan. Imbasnya, para pengelola lapangan golf tersebut harus membayar pajak tambahan. Mereka meminta MK agar kata golf dalam pasal tersebut dihilangkan. Sehingga, golf tidak masuk sebagai objek pajak hiburan.
"Berlakunya Pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merugikan hak konstitusional para pemohon. Sebab, pemohon dikategorikan sebagai penyedia jasa hiburan yang harus dikenakan pajak tambahan (pajak tambahan hiburan) lewat peraturan daerah,” kata kuasa hukum para pemohon, Benny Ponto dalam sidang perdana di Gedung MK (8/9/2011).
Benny mengatakan, pasal tersebut ditindaklanjuti melalui peraturan daerah yang memberatkan pengelola golf. Dia mencontohkan, Perda Kota Tangerang Nomor 07 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah yang menyebutkan permainan golf dipungut pajak sebesar 25% dari setiap pembayaran yang dilakukan.
“Kemudian, Perda Kota Depok Nomor 07 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah menetapkan tarif pajak hiburan untuk permainan golf sebesar 10%,” kata Benny di depan Ketua Majelis Hakim Anwar Usman.
(Insaf Albert Tarigan)