Sindonews.com - Warga Desa Lebaksiu Kidul RT 2/RW 3, Lebaksiu, Kabupaten Tegal seketika terkejut dengan kepulangan Siti Hartati (33) Senin 28 Mei malam lalu. Wanita yang pergi ke Malaysia sebagai TKI sejak 12 tahun lalu dan dikabarkan telah meninggal dunia tiba di rumah dengan luka-luka di tubuhnya.
Kepergian Siti Hartati yang sangat lama dan tanpa ada kabar itu sempat membuat keluarga menduga telah meninggal dunia.
”Keluarga pernah mengadakan kegiatan tahlilan karena mengira sudah meninggal dunia,” kata perangkat Desa Lebaksiu Kidul, Muarif, Rabu 30 Mei 2012.
Tati, begitu Siti Hartati biasa disapa merupakan salah satu TKI yang menjadi korban kekejaman majikan di Malaysia. Bagaimana tidak, selain tidak mendapatkan haknya sebagai pekerja, Tati juga dianiaya, seperti dipukul, disetrum, dan lainnya. Bahkan, akibat upayanya membela diri,Tati harus mendekam di penjara selama 3,2 tahun.
Ditemui di rumah sederhananya di Desa Lebaksiu Kidul, Tati bercerita, dirinya menjadi TKI sejak 12 tahun silam. Ibu dua anak ini berangkat ke Malaysia melalui Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang berkantor di Jakarta. Sayang, Tati lupa nama perusahaan atau sponsor yang memberangkatnya ke Kuala Lumpur Malaysia untuk menjadi pembantu rumah tangga. Diiming-imingi akan memperoleh gaji Rp3 juta per bulan, Tati tergiur dan rela meninggalkan suami dan anaknya.
Harapannya cuma satu, memperbaiki nasib keluarga. Sekitar 3,5 tahun, Tati bekerja di Kuala Lumpur sebagai pembantu rumah tangga. Mirisnya,selama mengabdi, dia tidak mendapatkan haknya sebagai pekerja. Si majikan tidak pernah memberikan uang sepeser pun sebagai ganti tenaga Tati. Lebih parah lagi, segala jenis penganiayaan pun pernah dialami Tati selama bekerja, dari mulai dipukul hingga disetrum.
Saking perihnya luka yang dirasakan, sampai-sampai Tati tak ingat lagi siapa nama majikannya di Kuala Lumpur. ”Saya kerap disiksa majikan,”ucapnya.
Karena tidak mendapatkan gaji dan sering menerima siksaan dari si majikan, Tati pamit pulang kampung. Tati juga sangat kangen dengan keluarga yang ditinggalkan. Alih-alih mengizinkan,si majikan malah menganiayanya. Tidak tahan dengan perlakuan itu, Tati pun melawan.
”Saya pukulkan asbak rokok ke kepala majikan,” kenangnya menyesali.
Atas perbuatannya itu, Tati dilaporkan ke polisi diraja Malaysia. Sampai akhirnya dia mendapat hukuman penjara selama 3,2 tahun di salah satu tahanan di Kuala Lumpur. Setelah masa hukumannya selesai, Pemerintah Malaysia mendeportasi Tati ke Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Di Tanjungpinang, tanpa kenalan satu pun,Tati mencoba bertahan memulihkan diri dan mengobati beberapa luka yang masih belum sembuh, seperti luka bekas setruman di kaki dan luka di telinganya. Setelah kesehatannya dan psikologisnya dirasa cukup baik, Tati akhirnya pulang ke rumah.
”Sekarang luka saya telah sembuh, dan tidak ingin kembali kerja di Malaysia,” ucapnya.
Mengetahui kondisi Tati yang memprihatinkan,Ketua DPRD Kabupaten Tegal Rojikin AH bersama Komisi 4 kemarin menyambangi ke rumahnya. Rojikin meminta pemerintah lebih memerhatikan warganya yang menjadi TKI karena kemungkinan besar masih ada warga yang mengalami nasib serupa.
”Pemerintah harus lebih serius peduli kepada TKI,” katanya saat menyambangi rumah korban.(azh)
(Hariyanto Kurniawan)