Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Stafsus SBY Minta Publik Berfikir Jernih di Era "Gaduh"

Stafsus SBY Minta Publik Berfikir Jernih di Era
A
A
A

JAKARTA - Staf Khusus Presiden, Dr. A Yani Basuki menegaskan kegaduhan politik diakui atau tidak memang mengganggu iklim yang sudah positif seperti saat ini. Oleh sebab itu, dia meminta publik untuk berpikir jernih.
 
“Presiden berkali-kali menekankan dalam sidang kabinet bahwasannya kita bisa mencapai lebih dari yang ada hari ini jika semua elemen politik bersatu dan mengedepankan kepentingan nasional,” katanya dalam bedah buku Memimpin di Era Politik Gaduh di IAIN Raden Fatah, Palembang, Sabtu (8/12/ 2012).
 
Lebih jauh, Yani menjelaskan dalam era reformasi saat ini kekuasaan politik tak lagi berpusat di eksekutif seperti era orde baru. Akibatnya semua pihak merasa memiliki “hak mengatur negara” dan ingin eksis guna menunjukkan kekuatannya. Ditambah dengan adanya iklim kebebasan sekarang ini, parade aksistensi tersebut justru mengarah pada show of power dan kurang mengabaikan pentingnya soliditas.
 
“Oleh karena itu, saya menyambut baik dan tepat buku ini (Memimpin di Era Politik Gaduh) dibahas di IAIN Raden Fatah. Kenapa demikian? Sebab IAIN masih menjadi tempat bersemainya nilai-nilia luhur seperti moral, persatuan, kebangsaan yang semuanya terkandung dalam Pancasila,” ujar Yani.
 
Dalam CEO Forum di Jakarta belum lama ini, dunia usaha menyimpulkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia pada posisi yang baik dengan proyeksi optimis di tahun depan. Keyakinan itu dapat dilihat dari postifnya investment grade, angka pertumbuhan, suku bunga dan stabilitas. Hanya saja, momentum tersebut sedikit terhambat akibat adanya kegaduhan politik yang menguras energi. Kegaduhan dimaksud adalah konflik antar lembaga politik yang menguras energi dan cenderung berbau politisasi.
 
Menanggapi hal tersebut, Yani juga mengingatkan, tujuan utama perubahan (reformasi) adalah memperkuat sendi-sendi kebangsaan dan keberpihakan kepada rakyat. Kita memaknai reformasi jangan hanya dilihat sebagai perubahan, tetapi juga adanya change and continuity sekaligus.
 
Jika hanya mengakomodir perubahan tanpa memikirkan keberlanjutan, maka yang terjadi hanyalah kegaduhan seperti saat ini. “Ini yang harus dimaknai kembali, bahwa di balik kekuasaan tentu ada tanggung jawab”, tambah Yani.
 
Adapun Asisten Staf Khusus Presiden, yang juga penulis buku Memimpin di Era Politik Gaduh, Zaenal A Budiyono, sulit mencari alasan yang paling tepat untuk menjelaskan mengapa dunia politik kita sangat gaduh seperti sekarang ini. Ia mengatakan dalam teori politik konflik tajam antar kelompok politik terjadi bila pemerintah (atau rejim) gagal menjalankan tujuan pembangunan atau negara tengah berada pada krisis.
 
Sementara yang terjadi di Indonesia sejauh ini menggambarkan kita justru berada pada posisi yang cukup baik dan stabil. “Kita bisa melihat sejumlah data yang menunjukkan pembangunan bangsa ini on the right track. Misalnya, alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan yang naik signifikan dari tahun ke tahun,” ujarnya.
 
Pada 2002, anggaran pendidikan nasional hanya sekitar 3,8 persen dari APBN atau Rp13,6 triliun. Pada 2009 jumlah tersebut naik 6 kali lipat, menjadi 20% dari APBN, yang nilainya sekitar Rp. 207,41 triliun. Dan tren tersebut terus dipertahankan, hingga pada 2012, anggaran pendidikan kembali meningkat menjadi Rp. 286,9 triliun. Di bidang kesehatan, kenaikan tajam anggaran juga diterjadi.
 
Jika pada 2004 alokasi APBN untuk kesehatan baru sekitar Rp 5,8 Triliun, maka jumlah ini meningkat hampir empat kali lipat pada 2009, menjadi sekitar Rp. 20,3 Triliun. Komitmen untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat miskin juga makin terlihat dalam anggaran kesehatan 2012, yang terus meningkat menjadi Rp. 29,915 Triliun.
 
Lalu di bidang ekonomi, banyak capaian nyata yang dibukukan selama kepemimpinan Presiden SBY. Indonesia saat ini adalah negara dengan GDP nomor 16 dunia dengan volume USD800 miliar. Maka dari itu, Indonesia masuk dalam G-20, pakta ekonomi yang sangat menentukan saat ini. Dengan keterlibatan Indonesia di forum tersebut, McKinsey Global Institute, memprediksi Indonesia akan masuk 10 besar negara ekonomi maju, dan berada pada posisi 7 pada tahun 2030. Dasar analisanya, kita saat ini mampu terus tumbuh walaupun tren dunia kurang positif. Selain itu Indonesia juga memiliki “modal” domestik, dengan meningkatnya kelas menengah.
 
Pada 2011 Bappenas mencatat kelas menengah kita sebanyak 45 juta orang, dan pada 2030 diprediksi mencapai 125 juta orang. Dengan jumlah tersebut, akan sangat signifikan dalam menggerakkan ekonomi.
 
Indikator positif ekonomi di atas juga linear dengan pencapaian kita di dunia internasional. Citra Indonesia yang sempat terpuruk di akhir era orde baru, beberapa tahun terakhir makin membaik. Dampak langsung yang kita rasakan, Indonesia dipercaya oleh negara-negara lain untuk menduduki berbagai pos penting di PBB. Bahkan Indonesia juga dipercaya masuk ke dalam Dewan HAM PBB dan Dewan Keamanan. Sesuatu yang di masa lalu sangat mustahil, mengingat track record kita yang dianggap sebagai negara pelanggar HAM.
 
Terbaru, Oktober 2012, Global Microcredit Summit Campaign, sebuah NGO internasional memberikan penghargaan kepada Presiden SBY atas keberhasilan kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam mendukung kegiatan ekonomi mikro (UMKM).
 
“Masih banyak penghargaan yang “mampir” ke Indonesia sepanjang delapan tahun terakhir. Apa artinya? Bahwa dunia melihat kita berada pada jalur yang benar dalam pembangunan. Tidak mungkin lembaga-lembaga kredibel tersebut memberikan penghargaan jika kita tidak mencapai sesuatu,” tutup Zaenal.

(Muhammad Saifullah )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement