PHNOM PENH – Aksi protes yang dilakukan oposisi Kamboja berubah menjadi kericuhan besar. Polisi menembakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan pendemo yang menuntut penyelidikan kecurangan dalam pemilu Kamboja pada Juli lalu.
Para pendemo dari Partai Penyelamat Masional Kamboja (CNRP) membawa spanduk bertuliskan “suara saya, negara saya” dan “dimana suara saya”. Spanduk tersebut mengambarkan kekecewan pendukung CNRP karena kalah daam pemilu. Partai oposisi itu hanya mendapat 55 kursi sementara partai rakyat Kamboja (CCP) pimpinan Perdana Menteri Hun Sen merebut 68 kursi. Padahal, CNRP awalnya yakin dapat menjadi pemenang.
Kericuhan antara massa dan pihak keamanan pecah dua kali pada Minggu, 15 September. Para pengunjuk rasa sempat bertindak anarkis dengan melampar batu ke arah polisi yang berlindung di belakang barikade kawat berduri. Saksi mata menyebutkan, setidaknya satu orang tewas dan beberapa lainnya terluka di tengah kericuhan. Tidak diketahui korban teewas berasal dari pengunjuk rasa atau pihak keamanan.
Juru Bicara Kepolisian Militer Kamboja Kheng Tito belum bisa memberikan penjelasan mengenai adanya korban jiwa dan luka tetapi dia menegaskan kepolisan tidak menggunakan peluru tajam.
Wakil Ketua CNRP Kem Sokha menyatakan, Protes ini akan berlangsung sampai Selasa, 16 September, atau bahkan lebih lama. Selain mengadakan demonstrasi, CNRP juga membopikot acara pembukaan parlemen yang rencananya digelar pekan depan
“Kami (CNRP) tidak menerima hasil palsu ini dan kami tidak akan bisa mengkhianati keinginan dari pemilih kami,” ujar Sokha seperti dikutip dari Al-Jazeera, Senin (16/9/2013).
CNRP dipimpin oleh tokoh reformis Kamboja, Sam Rainsy. Partai oposisi tersebut berambisi mengakhiri kekuasaan absolut dari Hun Sen yang telah berlangsung selama 28 tahun. Hun Sen dituduh banyak melakukan pelanggaran HAM.