Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Air pun Dinikahkan

Miftahuddin , Jurnalis-Jum'at, 18 Oktober 2013 |08:46 WIB
Air pun Dinikahkan
(Ilustrasi, thewaterproject)
A
A
A

KUNINGAN - Pernikahan lazimnya dilakukan oleh manusia, namun di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, ada tradisi menikahkan air dari dua sumber mata air.

Tradisi menikahkan air dari dua sumber mata air ini sudah digelar turun temurun oleh masyarkat Sunda di lereng Gunung Ciremai. Prosesi pernikahan dihelat di dua desa di Kecamatan Jalaksana, Kuningan.

Warga biasa mengenal acara ini dengan Kawin Cai. Inti dari acara ini adalah mencampurkan air dari sumber yang berbeda di kawasan lereng Gunung Ciremai. Kawin Cai merupakan peninggalan masa kerajaan pada 1517 Masehi.

Acara dimulai dengan pergelaran tarian melibatkan ratusan warga, termasuk para sesepuh dua desa yang memiliki sumber mata air. 

Lalu, dilakukan penyambutan ‘pengantin pria’, yakni air yang berasal dari kawasan Cibulan. Setelah penyambutan, ‘pengantin pria’ diarak dengan diiringi sesaji ke sumber mata air di kawasan Cibulan.

Air ‘pengantin pria’ diambil menggunakan kendi terbuat dari perak oleh seorang sesepuh desa. Di sana ada tujuh pancuran sumber air. Warga biasa menyebutnya dengan mata air tujuh sumur.

Sebelum pengambilan air, sesepuh terlebih dahulu memanjatkan doa. Konon, ritual ini merupakan napak tilas dari Prabu Siliwangi saat bertapa dan meminta air sewaktu musim kemarau.

Setelah dimasukkan ke kendi, ‘pengantin pria’ diberangkatkan ke lokasi ‘pengantin perempuan’ di Sumber Air Tirtayasa di Desa Babakan. Air ‘pengantin pria’ dibawa menggunakan kuda.

Setelah sampai, ‘pengantin pria’ dibawa ke sumber mata air Tirtayasa. Dua air dari sumber yang berbeda itu pun dicampurkan ke satu kendi.

Hasil pencampuran air tersebut dibagikan kepada warga. Ada pula sesepuh yang menyiramkan air tersebut ke warga yang hadir sebagai simbol keberkahan.

Ritual ini bermakna bahwa air sumber kehidupan. Meski musim kemarau, air dari dua sumber, yakni Cibulan dan Tirtayasa, tak pernah kering. Ritual diakhiri dengan doa dan makan bersama di sekitar sumber air Tirtayasa.

(Anton Suhartono)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement