“Saya enggak mau jadi PNS, karena banyak aturan,”
Pernyataan itu dilontarkan Nur Mahmudi Ismail jauh sebelum pria kelahiran Kediri, 11 November 1961 itu menduduki kursi Wali Kota Depok pada tahun 2005 silam.
Apalagi yang membuat Nur Mahmudi benci dengan Pegawai Negeri Sipil? Jawabannya singkat. “Saya tidak suka apel pagi,” katanya.
Sekarang, semuanya berbalik 180 derajat. Dengan jabatannya sebagai orang nomor satu di Kota Depok, dia harus menjalani hal yang paling tidak disukainya itu. “Sekarang hampir tiap hari saya apel,” kata Nur Mahmudi sambil tertawa saat berkunjung ke kantor redaksi okezone, di kompleks MNC, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Nur Mahmudi mengisahkan perjalanan panjang hidup dan karirnya hingga terjun ke dunia politik lewat Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Nur Kecil lahir di sebuah Desa di Kediri. Berasal dari keluarga petani dengan sembilan bersaudara, Nur tidak pernah merasa rendah diri.
“Bapak saya tidak terlalu berilmu, tapi taat beragama, mendidik anak – anaknya dengan merujuk kepada kyai, kami ditempelkan pada ilmu agama, anak 9 orang berat juga, kalau sampai berantem celaka. Yang selalu ditekankan agar anak jangan nakal, konsen belajar, jangan andalkan warisan orang tua. Intinya kami tidak kaya, tapi kami punya lahan, kami juga sering meminta keringanan uang sekolah kepada kepala sekolah,” kisahnya.
Hidupnya, mulai berubah saat ia kuliah di Institut Pertanian Bandung (IPB) mengambil jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Lulus dari IPB, dia ditawari berkecimpung di BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).
“Saya enggak mau bahasanya melamar, saya maunya bergabung. Disana suasananya tim peneliti, di Pak Habibie. Saya datang dengan usulan mengajukan proposal hingga akhirnya kontribusi di BPPT, dites 4 tahapan, diterima di pengkajian ilmu dasar dan terapan,” paparnya.
Usai di BPPT, Nur Mahmudi memperoleh kesempatan beasiswa ke luar negeri di A&M TexasUniversity. “Ada kesempatan ajukan S2, lalu boleh lanjutkan S3, setelah selesai kuliah, pulang akhirnya diminta jadi ketua partai,” tutupnya.
(Stefanus Yugo Hindarto)