JAKARTA- Satinah binti Jumadi Ahmad (41), TKI asal Dusun Mruten Wetan, Desa Kalisidi, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, akan dihukum pancung Pemerintah Arab Saudi, 3 April 2014.
Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka pun mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera mengambil tindakan nyata untuk menyelamatkan Satinah dari vonis hukuman pancung.
"Satinah kemungkinan menerima eksekusi hukuman pancung di Saudi tanggal 3 April 2014. Masih ada waktu 10 hari lagi untuk berjuang selamatkan nyawanya," tegas Rieke kepada Okezone, Rabu (26/3/2014).
Rieke menambahkan, langkah nyata yang dimaksud untuk menyelamatkan Satinah adalah pembayaran uang tebusan (diyat) sebesar 7 juta real atau sekira Rp21,25 miliar.
"Sebenarnya, saya tidak sepakat dengan penyelesaian masalah vonis mati di Saudi dengan bayar diyat. Harus ada pembelaan hukum yang serius dari pemerintah. Kalau dilihat dari sisi kebijakan politik anggaran saja, jelas tak ada keseriusan," jelas politikus PDI Perjuangan itu.
Namun, kata dia, apabila pemerintah tidak bisa memberikan perlindungan dan pendampingan hukum secara optimal, maka sebagai kompensasi dari kelalaian, pembayaran diyat dalam kasus Satinah adalah keharusan.
"Tak ada alasan tak bayar, anggaran pasti ada," terang Rieke.
Menurut dia, dana perlindungan TKI di seluruh perwakilan Indonesia di luar negeri pada 2013 sebesar Rp 124 miliar. Sedangkan alokasi dana perlindungan TKI di KBRI Arab Saudi, pada 2014 mencapai Rp99,4 miliar .
"Kasus TKI terancam hukuman mati di Arab Saudi ada 41 orang, di antaranya Satinah," sambungnya.
Perempuan yang akrab disapa Oneng itu mengaku heran jika Presiden SBY sampai saat ini tak merespons nasib Satinah. Dia pun meminta kepada Ketua Umum Partai Demokrat untuk merelokasi anggaran perjalanan Presiden untuk menambahkan sumbangan untuk menyelamatkan Satinah.
"Saya tergelitik dengan pemberitaan Presiden SBY gunakan pesawat kepresidenan untuk kampanye partai. Padahal itu aset negara yang dibeli dengan uang Rakyat, pasti ada keringat Satinah pula, karena TKI pun bayar pajak. Jadi, tak ada alasan untuk tidak membayar diyat Satinah. Sisihkan, alokasi dari biaya perjalanan presiden," tuntasnya.
(Stefanus Yugo Hindarto)