JAKARTA – Memasuki H-1 pencoblosan pada Pemilihan Presiden 2014, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus mengantisipasi adanya “serangan fajar”. Pengamat anggaran negara, Uchok Sky Khadafi, menilai potensi serangan fajar sangat besar.
Ada beberapa alasan serangan fajar marak sebelum pencoblosan. "Pertama, dana kampanye pilpres yang dilaporkan masing-masing pasangan capres kepada KPU sangat minim sekali," kata Uchok kepada Okezone, Selasa (8/7/2014).
Capres Prabowo, lanjut dia, melaporkan dana kampanyenya sebesar Rp10 miliar dan capres Jokowi hanya sebesar Rp44,9 miliar.
"Minimnya nilai laporan dana kampanye ini menandakan bahwa ada amunisi yang berbentuk duit disimpan untuk serangan fajar, atau serangan sembako sebelum melakukan serangan fajar," terangnya.
Kedua, menurut dia, serangan sembako sudah dilakukan saat memasuki H-7 dengan model berbeda-beda. Ada tim sukses capres tertentu memberikan atau menjual sembako dengan harga murah atau diskon harga sampai 90 persen agar dapat memengaruhi rakyat.
"Ada juga tim sukses capres secara terang-terangan memberikan sembako kepada rakyat agar rakyat memilih capres tertentu," ucapnya. (Klik: Masyarakat Modern Takkan Terpancing Konflik Pemilu)
Kasus-kasus pemberian sembako atau money politics diyakini Uchok masih akan terus terjadi. Sebab, menurut dia, ada kesan penyelenggara pemilu dan penegak hukum hanya menunggu laporan dari publik.
"Kalau hal ini terjadi, sangat mengecewakan public, karena anggaran untuk pengawasan pemilu atau pelanggaran pemilu di Bawaslu provinsi dan lembaga pengawas pemilu ad-hoc lumayan besar, sekira Rp2,7 triliun," tegasnya.
Dana kehormatan bagi anggota Bawaslu sangat besar. Ketua Bawaslu mendapat dana kehormatan sebesar Rp14.375.000 per bulan, dan untuk anggota Bawaslu sebesar Rp12.500.000 per bulan.
"Kok kerjanya hanya menunggu laporan dari publik?" pungkasnya.(Klik: Saksi Harus Berani Laporkan Kecurangan Pemilu)
(Tri Kurniawan)