JAKARTA – Partai Golkar tercatat sebagai partai yang paling sering dilanda perpecahan sesama pengurus. Ironisnya, konflik internal ini kerap terjadi saat musim pemilu digelar. Pasca-reformasi, Golkar dirasa tidak pernah utuh bersuara bulat dalam mengusung calon presiden.
Pada 2004 misalnya. Partai Golkar kala itu mengusung pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid dalam pemilihan presiden. Namun, suara Golkar terpecah karena sebagian kader mendukung Jusuf Kalla (JK) yang mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka antara lain Fahmi Idris dan Burhanuddin Napitupulu. Karena dituding membelot, mereka pun dipecat dari partai beringin.
Setelah pemilu dimenangkan SBY-JK seiring dengan didaulatnya JK menjadi Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Akbar Tandjung, mereka yang dipecat pun kembali ke Partai Golkar. Bahkan, Fahmi Idris dipercaya menjadi Menteri Perindustrian saat itu.
Pada Pemilu 2009, Golkar yang mengusung pasangan Jusuf Kalla-Wiranto (JK-Win) juga kembali tidak mendapatkan suara yang utuh. Sebab, sebagian kader saat itu dikabarkan sudah berlabuh di pasangan SBY-Boediono. Posisi JK di Golkar pun harus berakhir dan digantikan Aburizal Bakrie yang saat ini tengah menjadi sahabat intim SBY di pemerintahan.
Lima tahun berselang tepatnya 2014, pemandangan serupa kembali terjadi. Kader Golkar terpecah dalam mengusung calon presiden. Pengurus DPP Partai Golkar resmi mendung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Radjasa. Namun, langkah ini tidak diamini sejumlah kader lainnya yang memilih bergabung dengan barisan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sebut saja di antaranya Poempida Hidayatullah, Agus Gumiwang Kartasasmita dan Indra Jaya Piliang.
Lantas, bagaimana Partai Golkar menyikapi penyakit lima tahunan ini? Apakah Golkar merupakan partai yang sangat oportunis yang tak bisa lepas dari kekuasaan?
“Ya inilah Partai Golkar. Partai yang paling demokrasi dibanding partai lain. Hanya di Golkar kader bisa protes ketua umum,” kata Juru Bicara Partai Golkar, Tantowi Yahya, saat berbincang dengan Okezone, Selasa (15/7/2014).
Tantowi yakin, perpecahan antar kubu yang sedang terjadi saat ini akan reda seiring selesainya pemilihan presiden. “Saya optimis semuanya akan selesai setelah pemilu usai,” pungkasnya.
(TB Ardi Januar)