Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Hindari Kecurangan Pemilu, Terapkan Sistem Sidik Jari

Bramantyo , Jurnalis-Rabu, 23 Juli 2014 |16:07 WIB
Hindari Kecurangan Pemilu, Terapkan Sistem Sidik Jari
Rekapitulasi pemilu (Ilustrasi saat Pileg 9 April)
A
A
A

SOLO - Hiruk-pikuk pesta demokrasi pemilihan legislatif (Pileg) baru saja usai. Sepanjang perhelatan akbar demokrasi di negeri ini, sejumlah persoalan pileg bermunculan.

Mulai dari kesalahan teknis, kecurangan, pengelembungan suara, pemindahan suara, pencurian suara, hingga politik uang.

Pengamat politik Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jawa Tengah, Supriyadi, mengatakan, semrawutnya Pileg 2014 ini disebabkan karena tiga hal. Pertama, kebijakan yang tidak lagi mengacu pada nomor urut, namun suara terbanyak sehingga menyebabkan para caleg menggunakan segala cara.

Dampaknya, dalam pileg kali ini tidak terhitung lagi mereka “bermain” dan menghalalkan segala cara untuk bisa terpilih menjadi anggota legislatif.

"Tak heran, banyak sekali antar-caleg saling jegal dengan berbagai cara termasuk politik uang. Tak hanya dengan caleg dari partai lain, saling jegal itu pun mereka lakukan di internal partai,” kata Supriyadi saat ditemui Okezone di Fakultas Fisip UNS,  Solo,  Jawa Tengah, belum lama ini.

Mantan Dekan Fisip UNS ini melanjutkan, besarnya dana yang dikeluarkan para caleg itu pun mendorong mereka kesulitan lagi untuk memiliki saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS), sehingga tidaklah heran bila Pileg lalu kisruh karena tidak adanya saksi baik saat pencoblosan dan penghitungan suara yang dimiliki caleg.

Dampaknya, pengawasan menjadi longgar sehingga muncul kecurangan mulai dari pemindahan suara, pencurian suara, dan penggelembungan suara terjadi.

“Rekapitulasi berjenjang itu-pun menjadi sumber kisruh. Berbelit-belitnya rekapitulasi  suara pada pemilu ini mulai dari Tempat Pemungutan Suara (TPS), kemudian dikumpulkan ke desa atau kelurahan kemudian ke kecamatan lalu ke kabupaten/kota dan provinsi terakhir baru ke pusat, sangat berpotensi timbulnya kecurangan,"ujarnya.

"Kecurangan yang banyak dikeluhkan mulai dari proses di kelurahan dan kecamatan. Karena di kedua lokasi itu, kemungkinan terjadinya kecurangan sangat besar. Penyebabnya saat rekapitulasi tidak ada pengawasan,” tambahnya.

Modus pencurian suara

Melihat dari kenyataan tersebut tidaklah heran bila lima tahun ke depan nantinya akan kembali terdengar adanya caleg yang terjerat kasus hukum. Penyebab utama mereka harus berurusan dengan hukum, karena upaya mereka untuk mengembalikan uang yang telah dikeluarkan untuk memuluskan langkahnya menjadi anggota legislatif.

Bila Indonesia menginginkan mendapatkan lembaga legislatif yang kredibel, maka sistem pemilu proporsional terbuka yang saat ini sedang dipraktikkan, supaya dievaluasi total, sehingga sistem pemilu dapat dibenahi dan tidak terjadi kekacauan yang mendorong para caleg melegalkan cara-cara kotor.

Menurut Supriyadi ada  tiga modus pencurian suara yang kerap dipakai saat pemilu. Pertama yaitu dengan pembelian surat undangan pemilih. Secara acak, caleg tersebut melalui tim sukses membeli surat undangan pemilih yang terdaftar dalam DPT agar mau menyerahkan surat undangan pencoblosannya.

“Tentu saja tujuannya untuk menjegal pemilih memberikan suaranya kepada lawan politik atau bisa juga ada motif lainnya,”paparnya.

Cara kedua, caleg melalui tim suksesnya mencoba menggiring pemilih yang terdaftar dalam DPT untuk berpindah tempat ke TPS lain yang sudah dikondisikan.  Untuk cara ini caleg tersebut harus mengeluarkan anggaran cukup besar. Pasalnya TPS tersebut telah dipersiapkan sedemikian rupa untuk memenangkan salah satu pihak baik individu ataupun partai.

“Dan cara ketiga, tentu saja "kongkalikong" dengan oknum Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) atau dengan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan atau Panitia Pemungutan Suara (PPS). Tujuannya adalah melakukan kerja sama manipulasi hasil perhitungan suara,” ungkapnya.

Sidik jari

Untuk menghindari agar dalam pemilu berikutnya, selain dengan mengevaluasi total sistem pemilu proporsional yaitu dengan memberlakukan sistem sidik jari

Nantinya para pemilih yang telah terdaftar dalam DPT, diwajibkan untuk sidik jari terlebih dahulu. Dengan sistem sidik jari, kecurangan dalam pemilu bisa dihindari.

“Pakai sidik jari seperti E-KTP. Memang anggarannya cukup besar sekali bila menggunakan sistem sidik jari, namun anggaran itu tidak ada apa-apa bila kita mendapatkan anggota legislatif yang bersih dan jujur serta bisa dipertanggungjawabkan. Bukan anggota legislatif yang terpilih karena mengeluarkan dana cukup besar untuk membeli satu kursi. Tapi itu semua kita kembalikan kepada penyelenggara pemerintahan di negeri ini,” ujarnya.

KPU

Kekisruhan penghitungan suara terjadi hampir di setiap jenjang perhitungan suara, namun sayangnya saat okezone hendak mengonfirmasi mengapa kekisruhan perhitungan suara tersebut terjadi hampir di semua jenjang perhitungan suara kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi Jawa Tengah, Joko Purnomo, namun tidak ada respon sama sekali.

Kondisi sama juga ditunjukkan oleh Komisioner KPU Provinsi Jawa Tengah lainnya, Hakim Junaedi. Meski okezone telah mengutarakan maksud dan tujuannya, namun Hakim lebih memilih tidak menjawabnya.

Alasannya, selain belum mengenal secara individu, situasi politik pasca perhitungan suara Pilpres yang belum rampung menjadi salah satu alasan Hakim menolak menjawab.

“Maaf, saya belum mengenal Anda secara individu. Bagaimana saya bisa mengenal Anda. Adakah nomer telepon yang bisa saya hubungi agar saya bisa mengenal Anda. Tidak apa-apa bukan kalau saya melakukan ini,” jelas Hakim saat dihubungi Okezone belum lama ini.

Semula, Komisioner KPUD Provinsi Jawa Tengah itu berjanji akan menghubungi kembali Okezone saat memberikan nomer telepon yang bisa dihubungi oleh Hakim, namun tetap saja Komisioner KPUD Provinsi Jawa Tengah itu tak mau memberikan penjelasannya.

Jawaban justru diberikan Ketua KPUD Karanganyar Sri Handoko. Meski tidak menjelaskan secara rinci kenapa kekisruhan suara itu terjadi disetiap jenjang perhitungan suara, Sri mengatakan bila polemik Pileg telah berlalu.

Selain kisruh perhitungan suara tersebut sudah masuh kedalam ranah Mahkamah Konstitusi, saat ini pihak KPUD tengah memfokuskan diri pada Pemilihan Presiden.

“Pileg sudah berlalu dan sudah masuk dalam ranah hukum. Biarkan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan. Terpenting saat ini KPU fokus mempersiapkan Pemilihan Presiden hingga selesai,” pungkasnya.

(Kemas Irawan Nurrachman)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement