BANDUNG - Sekjen Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Iwan Hermawan, mengaku miris dengan lagu anak-anak yang berada di ambang kepunahan. Kondisi itu ditambah dengan sedikitnya pencipta lagu anak-anak.
"Saya prihatin karena sekarang sudah sedikit yang tertarik mengarang lagu anak-anak," ujar Iwan kepada Okezone di Bandung, Jawa Barat, Jumat (26/9/2014).
Saat ini, anak-anak pada akhirnya lebih menyukai lagu dewasa. Padahal lagu-lagu dewasa tidak cocok untuk anak-anak yang membutuhkan bimbingan dalam berbagai hal.
"Lagu anak-anak itu biasanya berisi pepatah atau pesan, sekarang kan lagu (dewasa) tidak seperti itu," ucapnya.
Iwan khawatir, jika anak-anak terus dicekoki lagu dewasa, hal itu akan berdampak pada perilaku anak, misalnya anak mengenal perilaku seksual lebih cepat atau mereka rentan melakukan kekerasan.
Recovery atau perbaikan pun perlu dilakukan, lagu anak-anak perlu dikembalikan sesuai tempatnya, sehingga mereka akan menikmati lagu-lagu yang sesuai dengan usianya.
"Sekarang begini, bayangkan anak-anak sekarang menyanyikan lagu yang ada kalimat kuhamil duluan, anak-anak masak nyanyi lagu seperti itu, cetusnya.
Berbagai upaya pun perlu dilakukan berbagai pihak. Kemendikbud misalnya, bisa mengalokasikan anggaran untuk menggarap penciptaan lagu anak-anak. "Lagu anak-anak itu kemudian direkam dalam bentuk CD dan dibagikan ke sekolah-sekolah," kata Iwan.
Setelah itu, pihak sekolah nantinya akan mengenalkan kepada siswanya lagu-lagu anak dengan caranya masing-masing. Pelan-pelan anak akan menyukai lagu yang sesuai dengan segmen umurnya.
Disinggung soal lagu anak yang dipandang kurang 'menjual', Iwan menyatakan sebetulnya itu bisa diatasi agar lagu itu bisa lebih diterima.
"Lagunya harus disesuaikan dengan zaman, misalnya ada lagu yuk kita main internet. Jadi memang harus disesuaikan dengan situasi saat ini," tandasnya.
(Kemas Irawan Nurrachman)