BANDUNG – Satu saksi sejarah bagaimana Belanda yang “menumpang” bersama sekutu medio 1947 kembali “bernyawa”. Kendaraan tempur (ranpur) intai buatan Inggris, Daimler Dingo Scout Car yang teronggok dan terbengkalai selama lebih dari enam dekade, kini bisa meluncur sebagai sarana pembelajaran sejarah buat khalayak ramai.
Tidak hanya sekadar dipugar, tapi juga direstorasi dan benar-benar nyaris berfungsi seperti yang pernah dipakai resimen kavaleri Belanda, Huzaren van Boreel, kendati tentunya tak satu pucuk pun mitraliur di sela-sela “kulit” bajanya terpasang lagi.
Dingo ini bisa bangkit dari kubur berkat hobi dan kecakapan utak-atik mesin mobil tua Mayor TNI AU Heri Heryadi. Satu hal yang pasti, Dingo tahun 1941 itu jadi satu saksi sejarah Pertempuran Tasik, tepatnya di Karangresik pada berlangsungnya Agresi Militer Belanda yang pertama, 7 Agustus 1947.
“Dingo ini dipakai pasukan sekutu, dalam hal ini, NICA (Nederlands Indië Civil Administratie) Belanda, di mana awalnya mendarat di Tanjung Priok (Jakarta) untuk melucuti tentara Jelang. Dingo ini kemudian juga digunakan pada Agresi (Militer) pertama ketika Belanda menyebar ke daerah Ciamis-Tasikmalaya,” jelas Mayor Heri kepada Okezone.
Pada pertempuran yang disebut "Serangan Umum Tasik" itulah, dingo tersebut dihancurkan bersama beberapa ranpur sekutu lainnya oleh pasukan KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi) pimpinan Mayor Tein Kodongan.
“Ketika pergerakan sekutu ingin menaklukkan Tasik, disergap pasukan pejuang kita. Mereka menghancurkan kendaraan-kendaraan belanda, di antaranya Bren Carrier, truk (pasukan) Gurkha dan juga Dingo ini,” tambah Ayah dua anak tersebut.
Sejak 1947 itu hingga 67 tahun berikutnya, ranpur Dingo tersebut hanya ‘mangkrak’ tak terurus, di mana pada September 2014, baru bisa direstorasi.
“Walau cuma benda mati tapi ini historical content-nya dalam sekali. Ini saksi sejarah pertempuran dahsyat di Karangresik, di mana Belanda mengalami kekalahan telak,” sambung Mayor Heri.
“Saking marahnya Belanda, menurut saksi menurut saksi hidup, mereka mengirim dua pesawat tempur sebagai balasan untuk membombardir kampung dan jembatan di sekitar lokasi pertempuran, hingga banyak penduduk yang meninggal, akibat puluhan tentara Belanda yang tertembak di Karangresik,” tandasnya.
(Randy Wirayudha)