Karena itu, para aktivis perempuan, pemerhati masalah disabilitas, serta para pihak terkait lainnya untuk saling mengingatkan pada saat pembahasan RUU penyandang disabilitas agar bisa menghasilkan regulasi yang benar-benar manfaatnya dirasakan para penyandang disabilitas.
“Saya minta pada pembahasan RUU tersebut untuk saling meningatkan agar bisa menghasilkan produk perundangan yang manfaatnya bisa dirasakan para penyandang disabilitas, ” harapnya.
Dari 12 persen penyandang disabilitas, kata dia, 82 persen berada di negara-negara berkembang yang berada pada garis kemiskinan. Mereka rentan di semua sektor kehidupan, apalagi penyandang disabilitas perempuan.
Penyandang disabilitas perempuan dari status ekonomi rendah, tidak memiliki akses kepada pendidikan dan kesehatan. Masalahnya menjadi lebih kompleks yang membutuhkan penanganan serius dari semua pihak.
“Sebanyak 7-8 juta penyandang disabilitas berusia produktif, tapi sebagian besar tidak bekerja. Kemudian, mereka dikucilkan dari pendidikan, dunia kerja, serta kehidupan masyarakat, ” tandasnya.