Seperti diketahui, beberapa waktu lalu seorang buruh migran Indonesia, Siti Zaenab menjadi terpidana mati atas kasus pembunuhan terhadap isteri pengguna jasanya bernama Nourah binti Abdullah Duhem Al Maruba pada 1999. Zaenab kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999.
Setelah melalui rangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati qishash kepada Zaenab. Dengan jatuhnya keputusan qishas tersebut maka pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban. Namun, pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil baligh.
Kemudian pada 2013, setelah dinyatakan akil baligh, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi telah menyampaikan kepada pengadilan perihal penolakannya untuk memberikan pemaafan kepada Zaenab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada 2013.
Pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menyampaikan, pemerintah Indonesia sejak awal telah berjuang untuk mendampingi Zaenab dan memohonkan pengampunan dari keluarga. Pemerintah Indonesia juga telah melakukan semua upaya secara maksimal untuk membebaskan Zaenab dari hukuman mati. Tapi saat dieksekusi mati belum lama ini tidak ada pemberitahuan terhadap perwakilan RI.
(Arief Setyadi )