JAKARTA - Lika-liku proses hukum salah satu terpidana mati, Mary Jane Fiesta Veloso, tidak berjalan mulus saat dirinya melakukan persidangan perdana di Pengadilan Negeri Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berdasarkan temuan Komnas Perempuan bahwa Mary Jane secara formal didampingi penasehat hukum pro-bono yang disediakan oleh Polda Yogyakarta, surat kuasa tertanggal 25 April 2010, namun hanya bertemu saat persidangan.
Selama dalam proses pemeriksaan penyidikan dan proses pengadilan, Mary Jane didampingi penerjemah bahasa Inggris yang ditunjuk penasehat hukum. Sayangnya, ibu dua anak itu tidak menguasai bahasa Inggris, sehingga dirinya sama sekali tidak memahami apa yang dituduhkannya.
Mary Jane juga beberapa kali diminta untuk mengakui perbuatannya. Namun terpidana asal Filipina itu menolak, seperti dalam persidangan pada tahap akhir.
Saat itu majelis hakim bertanya pada Mary Jane, “are you regret?" Mary Jane menjawab, “No”. Lantaran keterbatasan bahasa Inggrisnya, Mary Janemengira hakim bertanya “apakah kamu mengakui perbuatanmu?”, maka dia langsung menjawab 'tidak'.
Dalam upaya hukum yang dilakukannya juga berakhir kandas, pada pengadilan tingkat pertama, jaksa penuntut umum menuntut hukuman seumur hidup pada Mary Jane. Namun Majelis Hakim PN Sleman tanggal 11 Oktober 2010 memvonis Mary Jane hukuman mati.