JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengumumkan sembilan nama Panitia Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK) di Jakarta sebelum bertolak ke Malang, Jawa Timur, Kamis 21 Mei pagi. Uniknya, tim Pansel KPK berjumlah sembilan orang seluruhnya wanita.
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, berpendapat penunjukan tim Pansel KPK yang seluruhnya perempuan tersebut sarat sensasi.
"Alih-alih mengedepankan semangat pemberantasan korupsi, integritas dan rekam jejak, Pansel KPK yang sekarang justru kental sensasi dengan menempatkan seluruhnya perempuan," ujar Masnur kepada Okezone di Jakarta, Jumat (22/5/2015).
Menurutnya, pemilihan tim Pansel KPK sejatinya bukan menjadikan gender sebagai ajuan, tapi lebih kepada kemampuan mereka dalam bekerja menyaring kandidat sehingga nantinya menghasilkan calon Pimpinan KPK yang berkualitas dan punya semangat memberantas korupsi.
"Nanti, jangan salahkan publik bila akhirnya menilai Presiden hanya sibuk cari sensasi lewat komposisi Pansel KPK ini, ketimbang mengedepankan esensi integritas, rekam jejak, independensi, dan semangat pemberantasan korupsi tim Pansel KPK," urainya.
Lebih lanjut Kepala Pusat Studi Asia Pacific Law Institute & Constitutional Reform (Aplicore) UII itu menjelaskan, dalam UU KPK pun tidak mengenal adanya pembatasan gender. Baik itu dalam lingkup pimpinan KPK, penyidik, maupun Pansel KPK.
"Jadi sebenarnya bukan isu gender yang jadi concern utama. Selama ini, Presiden Jokowi belum menujukkan ke publik soal akuntabilitas dan transparansi mekanisme pemilihan anggota Pansel KPK. Ini PR pemerintah dan akhirnya menjadi polemik, seperti kala Presiden menujuk Hakim Konstitusi beberapa waktu lalu," pungkasnya.
(Muhammad Saifullah )