JAKARTA – Ketua Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT), Nova Hakim mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan upaya perpanjangan konsesi JICT kepada pihak asing. Pasalnya, hal itu berpotensi menyebabkan kerugian negara cukup besar.
Menurutnya, prosesnya juga tidak dilakukan secara transparan dan melanggar Undang-Undang (UU).
"Kami sudah sampaikan bukti-bukti pelanggaran Undang-Undang dan kerugian negara akibat perpanjangan konsesi JICT ke Pak Jokowi lewat Kepala Staf Presiden," kata Nova di Jakarta, Senin (27/7/2015).
Diungkapkan Nova, ada beberapa kejanggalan perpanjangan konsesi JICT yang diduga dilakukan oleh Direktur Utama (Dirut) Pelindo II, kepada Hutchison Port Holdings (HPH). "Di antaranya pelanggaran Undang-Undang dan Surat Menteri BUMN," ucapnya.
Selain itu kata dia, perpanjangan JICT dinilai terburu-buru lima tahun sebelum kontrak tahun 1999 berakhir.
"Selama 16 tahun JICT beroperasi, pelabuhan peti kemas terbesar di Indonesia ini telah dikelola murni anak bangsa. Untuk itu secara kemampuan serta teknologi pelabuhan sudah sangat memadai," ujarnya.
Dia menambahkan, JICT juga perusahaan yang sangat menguntungkan. Pendapatan JICT tahun 2013 sebesar USD280 juta. Bahkan, JICT lima tahun terakhir mendapatkan penghargaan sebagai pelabuhan peti kemas terbaik di Indonesia dan Asia.
"Selama ini JICT sendiri yang mendatangkan kapal-kapal. Selama ada volume kargo, maka kapal-kapal dengan sendirinya akan datang ke JICT bukan karena faktor kehadiran terminal global," ungkapnya.

Untuk itu kata dia, demi kemandirian nasional dan keuntungan bagi Indonesia, perpanjangan JICT kepada asing tidak diperlukan.
"Karena secara hukum, segala hal yang diatur dalam perpanjangan konsesi, tidak dapat diimplementasikan sebelum persyaratan pendahuluan dipenuhi seperti persetujuan dari Menteri BUMN dan atau dari Kementerian Perhubungan," pungkasnya.
(Rizka Diputra)