Nienhuis menduga rasa semangka di abad ke-17 lebih manis dari yang saat ini ada karena dulu orang sering memakan semangka dalam keadaan segar dan terkadang difermentasi menjadi minuman beralhokol.
Menurutnya, perbedaan fisik pada semangka disebabkan oleh bagian daging semangka yang berair sebenarnya adalah plasenta semangka yang berfungsi menahan biji. Sebelum semangka benar-benar dibiakkan, plasenta tersebut hanya mengandung sedikit lycopene yang memberi warna merah pada semangka. Akibatnya warna daging buah semangka di abad ke-17 merah pucat.
Beberapa ratus tahun kemudian, ketika semangka dibiakkan dengan lebih bagus, maka ukuran semangka menjadi lebih kecil dan jumlah lycopene-nya jauh lebih tinggi sehingga menghasilkan daging buah berwarna merah terang.
Selain perubahan bentuk dan warna semangka, Nienhius menjelaskan saat ini para ilmuwan sedang bereksperimen untuk menghilangkan biji semangka. Ia menyebutnya dengan the logical progression in domestication. (rwd)
(M Budi Santosa)