Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Partai Perindo Gugat UU Pilkada

Dara Purnama , Jurnalis-Kamis, 10 September 2015 |13:44 WIB
Partai Perindo Gugat UU Pilkada
Ilustrasi. Dok Okezone
A
A
A

JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Perindo, Effendy Syahputra, mengajukan judicial review Undang-undang (UU) Nomor 8 tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Keinginan Effendy yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan diusung oleh Partai Perindo terganjal ketentuan yang mengatur pencalonan kepala daerah yang mensyaratkan partai politik maupun gabungan partai politik harus memenuhi persyaratan perolehan sedikitnya 20 persen dari jumlah kursi DPRD. Selain itu ketentuan 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Norma yang diajukan untuk diuji adalah pasal 40 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 UU a quo. Kuasa Hukum Effendy, Ridwan Darmawan mengatakan Effendy selaku pemohon mengatakan ketentuan a quo jelas tidak sesuai dengan jaminan perlindungan dari perlakuan tidak adil dan persamaan di muka hukum.

“Ketentuan a quo ini juga akan berdampak kepada jumlah bakal calon kepala daerah. Hanya akan ada sedikit bakal calon kepala daerah yang dapat menjadi calon kepala daerah dan mengakibatkan akan banyaknya calon tunggal,” jelas Ridwan Darmawan saat sidang di Mahkamah Konstitusi, Kamis (10/9/2015).

Selain itu, menurut Ridwan, Partai Perindo berkemungkinan akan mengikuti proses Pilkada di tahun-tahun berikutnya. Setelah nantinya ada pengesahan dari Kementrian Hukum dan HAM dan telah mengikuti kontes pemilihan umum legislatif (Pileg) dan pemilihan umum presiden (Pilpres).

“Walaupun tidak pada Pilkada tahapan sekarang, tetapi mungkin pada 2019 ke atas setelah Perindo mendapatkan legalisasi dari Kemenkumham dan mengikuti Pileg dan Pilpres otomatis pada Pilkada serentak berikutnya pemohon dalam hal ini berpeluang untuk berkontestasi. Akan tetapi pemberlakukan pasal 40 ayat 1, 2, dan 3 sangat berpotensial merugikan hak konstitusional pemohon karena sangat memberatkan terutama bagi partai-partai baru,” jelas Ridwan

Karena pada pasal 40 ayat 1 tersebut mengharuskan besarnya besaran dukungan yang harus diperoleh pasangan calon yang diusulkan dari parpol dan gabungan parpol. Hal itu menurut penjelasan Ridwan sangat memberatkan dan akan muncul ketidakadilan.

“Ketika partai besar atau dalam prakteknya calon tersebut memiliki kapasitas modal yang besar mampu meraih dukungan cukup besar dan melebihi persentase yang diatur pasal 40 ayat 1. Sementara kader di partai kecil yang dikehendaki masyarakat, memiliki visi prestasi dan kerja politiknya teruji di masyarakat tapi terganjal persyaratan sesuai pasal 40 ayat 1,” ujarnya.

Sementara itu Hakim MK, Asmanto memberikan masukan kepada pemohon apakah mengajukan pengujian UU sebagai perseorangan atau membawa lembaga parpol. Memang dalam pasal 40 ayat 1 tersebut kewenangan parpol dan gabungan parpol untuk mendaftarakan bakal pasangan calon sehingga harus dipertegaskan posisi dari pemohon. Yang kedua kerugian konstitusional yang didapat jika pemohon harus memilih apakah membawa nama perseoranga atau lembaga parpol.

“Jika parpol, apakah semua partai harus ikut dalam kontestasi pemilu, kan tidak. Pemilu bukan satu-satunya tugas dan fungsi partai. Pemilu hanya salah satu ketika partai sudah mendapatkan pengesahan dari kemenkumham, dia legal sebagai parpol. Tapi apakah sebagai peserta pemilu harus dilakukan verivikasi dahulu oleh KPU. Saya pikir permohonan ini terlalu cepat diajukan kalau sebagai partai. Ini hanya catatan untuk direnungkan apakah pemohon mau membawa perseorangan atau partai. Konsekuensi memang harus memilih salah satu,” tukas Asmanto.

(Muhammad Saifullah )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement