"Kalau ada rencana Perda tentang penjualan daging sebaiknya disebutkan secara umum, tidak hanya penjualan daging anjing. Penyebutan daging secara khusus bisa dimaknai legalisasi penjualan daging yang haram. Dalam kenyataannya banyak juga penjualan daging binatang halal seperti sapi dan ayam yang dicampur dengan daging haram seperti babi dan tikus," tuturnya.
Sehingga, Abdul mengatakan tidak setuju dengan wacana tersebut. Sebab, lanjut Abdul, penertiban regulasi terhadap daging anjing belum diperlukan dengan kondisi seperti saat ini.
"Karena itu, Perda tentang perdagangan anjing tidak mendesak dan tidak diperlukan dalam situasi sekarang. Perdagangan dan konsumen daging anjing tidak massif. Karena itu, Perda tentang perdagangan daging anjing dapat dimaknai sebagai legalisasi dan hal itu bisa kontra produktif di negara mayoritas Muslim," tandasnya.
(Fiddy Anggriawan )