JAKARTA - Ditengah tragedi asap dan problem kebangsaan lainnya, rakyat disuguhi narasi teror. Kali ini bom di Mal Alam Sutera menjadi tempat kejadian perkara. Kasus ini bukan yang pertama, sebelumnya teror bom juga melanda pusat perbelanjaan di Tangerang Selatan tersebut.
Awalnya begitu teror bom kedua meletus sejumlah pihak langsung mengarahkan jari telunjuk bahwa pelakunya adalah anggota jaringan terorisme. Namun fakta di lapangan berbicara sebaliknya, aparat dengan cepat bisa menangkap pelakunya dan hasil penyidikannya dibuka ke publik. Publik pun dikejutkan oleh realitas bahwa pelakunya adalah Leopard Wisnu Kumala (29) alias Leo.
“Dalam isu terorisme, rakyat Indonesia selama ini dalam kerangkeng sudut pandang yang tendensius dan stigmatis. Begitu mendengar teroris, maka tergambar sosok pelakunya muslim, berjenggot, jidat hitam, celana cingkrang, keluarganya bercadar, memandang Barat sebagai musuh. Inilah terorisme di Indonesia, sebuah bangunan terminologi yang memiliki dimensi sarat tendensi, stigma, kepentingan politis dan ideologis dibaliknya,” ulas pemerhati kontra terorisme Harits Abu Ulya, Jumat (30/10/2015)..
Harits menambahkan, meski ada seseorang atau beberapa orang yang dituduh hendak melakukan aksi pengeboman dengan barang bukti material bahan petasan, tapi jika punya ciri di atas maka otomatis label teroris akan disandangnya. UU Tahun 2003 Nomor 15 soal terorisme pun diterapkan untuk menjerat.
“Hadirnya sosok Leopard dalam kasus bom Mal Alam Sutera seperti titik balik yang bisa meruntuhkan stigmatisasi terhadap Islam selama ini dalam isu terorisme,” cetusnya.