BISNIS ‘cinta’ di Korea Selatan bisa terbilang paling luar biasa mencengangkan se-Asia bahkan mungkin di dunia. Pasalnya, meski sudah dilarang secara hukum sejak tahun 2004, praktik prostitusi di Negeri Ginseng masih saja marak bergerilya dalam bayangan.
Tidak hanya orang dewasa dan perempuan, melainkan hampir rata di semua umur, mulai dari yang masih belasan (di bawah umur), usia produktif hingga orang tua di atas 60 tahun masih menjajakan dirinya sebagai pekerja seks. Hal ini juga berlaku bagi para pria, malah mereka lebih bebas bergigolo ria dibandingkan pekerja seks komersil (PSK) perempuan.
Para mantan budak seks Korsel untuk militer Jepang begitu keras mengecam sejarah penjajahan tersebut. Patung jugun ianfu pun sampai jadi kendala sendiri bagi perbaikan hubungan diplomatic antar kedua negara, yang otomatis menggambarkan betapa pentingnya permasalahan legalitas prostitusi di negara yang terkenal dengan gelombang hallyu tersebut.
Faktanya, industri ‘esek-esek’ berkembang pesat, menyebar luas di setiap sudut kota hingga perdagangan manusia ke mancanegara. Di kedai kopi, pusat perbelanjaan, toko tukang cukur, hotel, motel, serta juicy bar yang sering dikunjungi oleh tentara Amerika, dan red-light district hingga 12 tahun diundangkannya aturan anti prostitusi, semua masih beroperasi secara terbuka. Layanan internet chat room dan kecanggihan telefon seluler telah membuka seluruh aliran baru bisnis untuk para pelacur dan mucikari yang ambisius. Demikian yang dilansir dari International Business Times, Selasa (12/1/2016).
Berikut adalah beberapa fakta menarik mengenai bisnis prostitusi di bawah gemerlap industri pariwisata dan ekonomi kreatif Korea Selatan: