YOGYAKARTA - Terbitnya Surat Perintah 11 Maret 1966 dari Presiden Soekarno kepada Soeharto banyak diperbincangkan. Terlepas kontroversi yang terjadi saat ini, kebijakan Soekarno mengeluarkan Supersemar dinilai sangat tepat.
Hal itu disampaikan Sulasno, mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Nasional dalam diskusi bertajuk 'Implikasi Supersemar Bagi Peradaban Indonesia' di Gedung University Center, UGM Yogyakarta.
"Seandainya Supersemar dikeluarkan lebih awal, kondisi bunuh membunuh di masyarakat bisa kurangi. Korban mungkin tidak sebanyak yang diperkirakan sekarang, sekitar 500.000 orang," kata Sulastomo, Selasa (15/3/2016).
Dia menyampaikan, paska pembunuhan para jenderal angkatan darat kala itu, masyarakat menuntut supaya Partai Komunis Indonesia dibubarkan. Sebab, selain sukses melakukan pembunuhan, gerakan 30 September seperti diatas angin.
"Merebut RRI, sehingga membuktikan dirinya sebagai gerakan kudeta. Kabinet didemisionerkan, dan seluruh wilayah Indonesia akan dibentuk dewan revolusioner," katanya.
Meskipun, gerakan revolusioner itu berdalih menyelamatkan pimpinan besar revolusi/mandataris MPR/Presiden Soekarno, namun nama Presiden Soekarno tidak tercantum dalam dewan revolusi. Bahkan, nama-nama yang diumumkan sebagai anggota Dewan Revolusi ada yang tidak tahu sama sekali.
Paska gerakan itu, muncul berbagai versi. Dikatakannya, PKI melalui biro khususnya, mengaku sebagai dalang gerakan kudeta itu. Apa lagi tidak ada pernyataan dari CC PKI yang mengutuk gerakan itu. Karena itu peristiwa inibdikenal sebagai gerakan kudeta G30S/PKI.