Berlanjut pada 636, Bangsa Arab menang dan berkuasa di Dataran Tinggi Golan berkat pimpinan suksesor dari Nabi Muhammad SAW, Umar bin Khattab. Baru pada abad ke-16, kawasan di sebelah selatan pegunungan Anti-Lebanon dan Gunung Hermon ini jatuh ke dalam genggaman Kekaisaran Turki Ottoman.
Keadaan itu berlanjut sampai Golan menjadi bagian dari kedaulatan wilayah vilayet of Dasmaskus hingga beralih ke bawah kontrol Prancis pada 1918. Mandat ini dicabut pada 1946 dan dilepas menjadi negara merdeka baru di bawah naungan Republik Arab Suriah.
Dilansir dari BBC, Suriah berusaha merebut kembali Dataran Tinggi Golan selama perang Timur Tengah pada 1973. Meskipun menimbulkan kerugian besar pada pasukan Israel, serangan kejutan berhasil digagalkan. Kedua negara kemudian menandatangani gencatan senjata pada 1974 dan pasukan pengamat PBB (UNDOF) ditempatkan di wilayah gencatan senjata di tahun yang sama. Namun, Israel menodai perjanjian ini pada 1981, sebuah tindakan yang jelas-jelas tidak diakui secara internasional.
Jika dilihat dari ketinggian, alam Dataran Tinggi Golan menyuguhkan pemandanga topografi yang tenang dan menakjubkan. Di Israel, kawasan bebatuan ini dibagi menjadi tiga wilayah. Terbentang dari Sa’ar dan Lembah Jilabun pada bagian utara, antara Jilabun dan Lembah Daliyot sebagai kawasan tengah, dan ada Daliyot hingga Lembah Yarmouk untuk bagian selatan.
Dataran Tinggi Golan juga berbatasan di sebelah barat dengan tebing batu curam yang menurun hingga kedalaman 500 meter ke lembah sungai Yordan dan Laut Galilea. Di sebelah selatan, Lembah Sungai Yarmouk menandai batas-batas dataran tinggi tersebut. Sedangkan di timur jembatan kereta api yang ditinggalkan Hamat Gader dan Al Hammah di hulunya, menorehkan perbatasan internasional yang diakui antara Suriah dan Yordania.
(Wikanto Arungbudoyo)