Selain itu, buruh menolak adanya upah murah dan hapus sistem outsourcing. Menurutnya, system outsourcing tidak memanusiawikan buruh. Bali yang menyandang status “paradise of island” tidak menjadi surga bagi para pekerja. Terlebih dengan adanya sistem kerja outsourcing semenjak berlakunya Permen Nomor 19 Tahun 2012. Buruh menjadi korban dari sistem outsourcing.
“Kami juga menuntut hapus sistem kontrak. Mekanisme sistem kontrak kerja ini saat ini menggunakan sistem putus sambung yang pada kontrak masanya habis perusahaan tidak mau mengubah status pekerja tersebut ke pekerja tetap,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya menolak adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak. Berdasarkan data LBH Bali, pada 2015 kasus perburuhan mengalami peningkatan yang cukup siginifikan, baik dalam hal pendampingan maupun konsultasi.
“Kami dalam aksi ini ingin menyampaikan masalah-masalah buruh di Bali dan mereka yang diatas mau mendengarkan tuntutan kami,” ujarnya.
(Erha Aprili Ramadhoni)