Menurut riwayat meugang pertama sekali diperingati pada masa Kerajaan Aceh Darussalam dipimpin Sultan Iskandar Muda (1607-1636 Masehi). Istilah makmeugang diatur dalam Qanun Meukuta Alam Al Asyi atau Undang-Undang Kerajaan Aceh.
Kala itu, kerajaan memerintahkan perangkat desa mendata fakir miskin, kaum duafa, penyandang cacat, dan anak-anak yatim, kemudian diverifikasi oleh Qadi Mua'zzam sebagai otoritas resmi Kesultanan Aceh untuk memilih yang layak menerima daging. Sultan kemudian memotong banyak ternak, dagingnya dibagikan kepada mereka secara gratis.
“Ini sebagai wujud rasa syukur atas kemakmuran kerajaan, raja mengajak rakyatnya ikut bergembira menyambut puasa,” ujar Badruzzaman.
Ketika Belanda menginvasi Aceh sejak 1873, Kerajaan Aceh yang disibukkan dengan perang tak lagi membagi-bagikan daging saat meugang. Namun, tradisi meugang terus berjalan. Rakyat Aceh tetap memperingati tradisi dengan menyembelih atau membeli sendiri daging. Tradisi meugang pun bertahan hingga kini.
Menurut Badruzzaman, meugang di Aceh memiliki makna ganda. “Selain silaturrahmi juga sebagai wujud rasa gembira menyambut bulan suci,” jelasnya.
“Semua anggota keluarga berkumpul di rumah saat meugang, begitu juga orang kaya membagi daging untuk tetangganya yang kurang mampu atau anak yatim,” lanjutnya.
Pemerhati sejarah Aceh, Tarmizi Abdul Hamid mengatakan, meugang merupakan tradisi sakral di Aceh. "Hari yang penuh suka cita dan sakral bagi masyarakat Aceh," ujarnya.
Meugang merupakan tradisi warisan Kesultanan Aceh. Pada masa kejayaan Sultan Iskandar Muda, kata Tarmizi, Sultan bukan hanya membagikan daging kepada fakir miskin, kaum duafa, disabilitas dan anak yatim. Tapi mereka juga turut diberikan masing-masing 5 hasta kain dan 5 keping dirham alias mata uang Kesultanan Aceh yang berlapis emas.
Makam Sultan Iskandar Muda di Banda Aceh (Salman Mardira/Okezone)
"Ini lengkap diatur dalam Qanun Meukuta Alam Al Asyi, Undang-Undang milik Kerajaan Aceh," sebut Tarmizi yang juga kolektor manuskrip Aceh.
Melalui meugang, warga Aceh meluapkan sukacitanya menyambut Ramadan. Di kampung-kampung biasanya beberapa hari jelang puasa, warga bergotong royong membersihkan lingkungan termasuk area meunasah dan masjid. Kemudian menyiapkan perlengkapan ibadah dan stok bahan pokok, agar nyaman beribadah puasa selama sebulan ke depan
(Salman Mardira)