JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan penyidikan pada kasus dugaan suap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Bila sebelumnya KPK menetapkan anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi (MNS) sebagai tersangka perkara dugaan suap. Kali ini penyidik KPK menetapkan Sanusi sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Dalam pengembangan penyidikan dugaan korupsi yang berkaitan pembahasan Raperda tentang zonasi, penyidik menemukan bukti permulaan cukup untuk menetapkan MSN anggota DPRD DKI periode 2014-2019 sebagai tersangka pencucian uang," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta, Senin (11/7/2016).
Menurutnya, Sanusi diduga menempatkan, mentransfer, membelanjakan, menghibahkan, atau menitipkan harta yang patut diduga berasal dari hasil korupsi. Hal tersebut dilakukan untuk menyamarkan asal-usul kepemilikan hasil korupsi.
(Baca juga: Presdir Agung Podomoro Suap Sanusi Rp2 Miliar untuk Muluskan Reklamasi)
Harta benda yang berhasil disita KPK sampai saat ini, kata Priharsa, yakni mobil dan uang. Namun, Priharsa tak menyampaikan secara detail jumlah mobil dan uang yang sudah berhasil disita KPK.
"Secara detail apa saja asetnya tidak dapat saya sampaikan, yang jelas ada beberapa aset yang sudah disita penyidik," kata Priharsa.
Priharsa menjelaskan, penetapan tersangka pencucian uang kepada Sanusi telah secara resmi dikeluarkan melalui surat perintah penyidikan (sprindik) per 30 Juni 2016. Sampai saat ini, 10 saksi telah dimintai keterangannya terkait perkara ini.
"Atas perbuatannya Sanusi disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP," ucap Priharsa.
Sebelumnya, Sanusi diduga menerima suap sebesar Rp2 miliar dari PT Agung Podomoro Land (APL) terkait dengan pembahasan Raperda RWZP3K dan Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta yang dilakukan DPRD DKI. Pembahasan kedua Raperda itu sudah tiga kali ditunda di tingkat rapat paripurna.
Adapun selaku penerima, Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(Salman Mardira)