BAKU – Kudeta militer yang sempat memporakporandakan dua kota utama di Turki, yakni Istanbul dan Ankara pada Jumat 15 Juli 2016, berdampak tidak hanya di dalam negeri tetapi kepada negara-negara di sekitarnya. Terutama di negara yang dihuni cukup banyak warga negara Turki atau setidaknya memiliki kedekatan dengan negara bekas Kesultanan Ottoman tersebut.
Hal itulah yang sudah terlihat di Azerbaijan. Negara yang didukung Turki untuk memerangi Armenia di dalam negerinya itu mulai menutup sejumlah instansi yang dianggap berafiliasi dengan Fethullah Gulen dan gerakannya.
Demi mempertimbangkan hubungan baik antara kedua negara, instansi yang dipaksa tutup oleh pemerintah Azerbaijan, antara lain Universitas Qafqaz di Baku. Perguruan tinggi di ibu kota itu diyakini sebagai universitas pertama yang didirikan Gulen di luar Turki, yakni pada 1993.
“Pendiri universitas itu mendaftarkan sendiri penutupan universitasnya kepada kementerian. Kami menerima permohonan tersebut dan akan membentuk kelompok kerja untuk memastikan para mahasiswanya tetap mendapat hak melanjutkan pendidikan mereka dan dipindahkan ke perguruan tinggi lain,” demikian keterangan resmi dari pihak Kementerian Pendidikan Azerbaijan, seperti dilansir Anadolu Agency, Kamis (21/7/2016).
Selain menyasar perguruan tinggi, media cetak Zaman Azerbaijan hingga laman portal berita mereka di Zaman.az juga mendadak ditutup. Diyakini, media tersebut juga memiliki kedekatan dengan Gulen dan gerakannya.
Dewan Pers Azerbaijan dikabarkan telah memanggil pemimpin redaksi media tersebut. Zaman Azerbaijan mendapat teguran, media ini diminta untuk menunjukkan sensitivitas terhadap insiden kudeta militer yang tengah terjadi di Turki.
“Individu maupun kolektif yang mendukung kudeta militer di Turki, serta berupaya merusak tradisi negara yang berlangsung sejak lama di Turki, serta mempropagandakan kudeta, tidak berhak mengisi media massa di Azerbaijan,”
Penutupan instansi yang bertentangan dengan Erdogan semacam ini sebelumnya pernah terjadi pada 2014. Otoritas Azerbaijan menutup 13 pusat pendidikan dan 11 SMA, sesuai permintaan dari Turki. Yang pada saat itu tengah gencar memberantas pergerakan dan ideologi Gulen di negaranya.
(Silviana Dharma)