YOGYAKARTA – Masyarakat Tionghoa di Yogyakarta memiliki sejarah tersendiri di bidang pelayanan kematian melalui perkumpulan Hoo Hap Hwee. Sejak lama, perkumpulan warga Tionghoa ini mendedikasikan diri untuk memberikan pelayanan kepada keluarga yang sedang dirundung duka atas kematian anggota keluarganya.
Tahun 1923 menjadi tonggak sejarah yang cukup penting bagi perkumupulan Hoo Hap wee, karena mulai saat itulah perkumpulan ini memberikan pelayanan kepada para anggotanya yang sedang berduka atas meninggalnya keluarga mereka.
Hoo Hap Hwee pada saat itu menyediakan fasilitas kereta jenazah untuk mengantar jenazah, baik menuju tempat peristirahatan yang terakhir maupun ke lokasi krematorium.
Menurut informasi dari salah satu pengelola bidang kematian Hoo Hap Hwee, Sasmito, pada awalnya kereta ditarik menggunakan tenaga manusia. Namun, seiring berjalannya waktu, kereta ditarik menggunakan tenaga kuda.
Jenazah yang langsung dimakamkan diantar ke tempat pemakaman umum (TPU) Skip di Sendowo, TPU Sagan, Terban, Pingit, dan masih banyak lagi. Jenazah diletakkan di dalam kereta kemudian diarak menuju ke TPU-TPU tersebut.
Dalam pelayanannya selama ini, kereta jenazah tidak hanya digunakan anggota Hoo Hap Hwee tetapi juga masyarakat secara umum. Kereta ini tampil gagah dengan tinggi sekira 2 meter, lebar 1,5 meter, dan panjang kurang lebih 4 meter.
Kereta ini didesain layaknya kereta raja yang dihias dengan ukiran warna emas. Bagian atas terdapat ukiran naga dan pada bagian depan terdapat ukiran bunga dan burung.
Pada tahun 1928, untuk pertama kalinya kereta jenazah dilakukan perbaikan oleh seorang tokoh Hoo Hap Hwee Yogyakarta, Liong A. Jong. Kereta ini setia melayani masyarakat hingga pertengahan 1970.
Selanjutnya, atas prakarsa salah satu tokoh Tionghoa Tan Poo Kiem, kereta yang didominasi warna hitam ini sudah tidak digunakan lagi karena Hoo Hap Hwee telah memiliki mobil ambulans merek Dodge sebagai pengganti kereta jenazah.
“Sejak saat itu kereta jenazah tidak digunakan dan disimpan di garasi Hoo Hap Hwee,” kata Ketua Hoo Hap Hwee Jogja, Harry Setyo, seperti dikutip dari Harian Jogja.
Tahun 1985, kepengurusan Hoo Hap Hwee sempat mengalami kevakuman sepeninggal Tan Poo Kiem. Hingga kemudian pada 1989 diputuskan kereta jenazah dititipkan di Yayasan Gotong Royong Ambarawa.
Penitipan berlangsung hingga 2010 dan pada saat itulah kereta jenazah diambil kembali untuk dijadikan benda cagar budaya yang menjadi kebanggaan bersama seluruh pengurus dan anggota Hoo Hap Hwee.
Hoo Hap Hwee pun melakukan renovasi pada bagian kereta yang sudah tidak dapat digunakan. Perbaikan dilakukan secara maraton dengan harapan kereta dapat diikutsertakan dalam Kirab Budaya pada acara Pekan Budaya Tionghoa ke V tahun 2010 sekaligus untuk menandai kembalinya sang kereta.
Saat ini, kereta jenazah tidak difungsikan dan hanya diletakkan di garasi khusus di depan kantor sekretariat Hoo Hap Hwee. Garasi didesain menggunakan kaca sehingga kereta jenazah dapat dilihat dari luar.
(Fransiskus Dasa Saputra)