Terkait dijatuhkannya bom atom kedua di Nagasaki, Harry S. Truman, Presiden Amerika Serikat (AS) saat itu yang baru menggantikan Franklin Delano Roosevelt, menyampaikan pidatonya. Pidato Presiden Truman via radio yang disiarkan Gedung Putih pada 9 Agustus 1945 pukul 10 malam waktu setempat, kembali menyelipkan imbauan agar Jepang menyerah, sebagaimana dua sekutunya, Italia dan Nazi Jerman.
Berikut beberapa kutipan pidatonya yang disadur dari Truman Library:
“Pemerintah Inggris, China dan AS sudah memberikan peringatan kepada rakyat Jepang soal apa yang akan mereka hadapi. Kami sudah menawarkan syarat di mana mereka bisa menyerah. Namun peringatan kami diabaikan, persyaratan kami ditolak. Padahal Jepang sudah melihat apa yang terjadi dengan bom atom.
Dunia akan mencatat bahwa bom atom pertama dijatuhkan di Hiroshima, sebuah kota basis militer. Kami sebelumnya sudah berharap bisa menghindari serangan pertama ini yang mengharuskan jatuhnya korban sipil. Tapi serangan itu sekadar peringatan keras, bahwa jika Jepang tidak menyerah, bom-bom lain akan dijatuhkan dan sayangnya, nyawa warga sipil akan ikut jadi korban.
Saya mengimbau warga Jepang meninggalkan kota-kota industri sesegera mungkin dan menyelamatkan diri dari kehancuran. Saya menyadari akibat tragis bom atom. Produksinya bukan perkara ringan buat kami putuskan. Tapi kami tahu bahwa musuh kami juga melakukan penelitian ini. Kami sendiri sudah memenangkan perlombaan (produksi bom atom) dengan Jerman.
Kami menggunakannya untuk menyerang pihak yang melakukan serangan terhadap kami tanpa peringatan di Pearl Harbor, terhadap mereka yang membiarkan tawanan perang Amerika kelaparan, tersiksa, dipukuli dan diseksekusi, terhadap mereka yang mengabaikan hukum perang internasional. Kami menggunakannya demi mengurangi penderitaan perang, demi menyelamatkan ribuan pemuda Amerika.
Kami akan terus menggunakannya sampai kami menghancurkan pihak-pihak di Jepang yang mencetuskan perang. Kami akan berhenti jika hanya Jepang menyerah. Kami bersyukur pada Tuhan bahwa (bom atom) ini dimiliki oleh kami, bukan oleh musuh kami dan kami berdoa bahwa Dia akan menuntut kami menggunakannya dengan cara dan tujuan yang dikehendaki-Nya,”.
(Silviana Dharma)