Ratusan pegawai RSUD ini menganggap Pemprov Riau seakan tidak peduli dengan tuntutan mereka. Selama tiga hari berlangsungnya aksi mogok kerja tidak ada respons cepat dari pihak pemerintah setempat untuk mencari titik terang dari permasalahan tersebut.
Yang menjadi tuntutan mereka adalah keberadaan Pergub Nomor 12 tahun 2016 bertentangan Undang-Undang yang telah ditetapkan pemerintah sebelumnya. Dalam Pergub tersebut, pemerintah memberikan pilihan kepada karyawan fungsional maupun nonfungsional dua pilihan.
Pilihan pertama adalah menerima Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) 100 persen, namun tidak menerima jasa pelayanan. Selanjutnya, pilihan kedua berupa TPP 50 persen dengan jasa pelayanan. Jika memilih TPP 100 persen, lanjutnya, maka pemerintah daerah menghilangkan makna profesi yang mana jasa pelayanan merupakan imbalan yang diterima tenaga medis atau hak tenaga kesehatan.
Sementara jika memilih opsi nomor dua, maka tenaga medis merasa adanya diskriminasi karena sebagai tenaga medis di rumah sakit memiliki risiko pekerjaan yang sangat tinggi karena berhubungan dengan nyawa manusia.
(Rizka Diputra)