Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Cerita di Balik Pembangunan Jalan Layang Ciledug-Tendean

Salsabila Qurrataa'yun , Jurnalis-Rabu, 21 Desember 2016 |05:14 WIB
Cerita di Balik Pembangunan Jalan Layang Ciledug-Tendean
(Foto: Salsabila Q./Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Proyek Jalan Layang Non-Tol (JLNT) Ciledug-Tendean menyisakan cerita sendiri bagi masyarakat yang biasa melewati kawasan tersebut. Pasalnya proyek yang sudah dimulai sejak akhir 2014 dan direncanakan selesai pada 15 Desember 201 belum rampung hingga Selasa 20 Desember 2016.

Tak ayal waktu pengerjaan yang memakan waktu lama membuat sebagian jalan di sekitaran pembangunan jalan layang khusus Transjakarta itu pun rusak. Kerusakan tersebut nampak terlihat dari awal halte Transjakarta di Jalan Ciledug Raya, Petukangan Utara, Jakarta Selatan.

Kerusakan tersebut berupa jalanan berlubang. Mengingat alat berat untuk kebutuhan proyek jalan ini melewati jalan tersebut. Rusaknya jalan di tengah musim penghujan ini membuat genangan muncul dan macet tak bisa dihindari.

Pengguna jalan, khususnya pengendara sepeda motor yang melewati jalan tersebut pun kesulitan dan mesti hati-hati. Kondisi yang tak nyaman ini dikeluhkan oleh pengendara motor yang kerap melintas.

Winda Ayu (23) warga Petukang Utara, mengaku setiap hari melewati kawasan tersebut. Namun, ketika sudah banyak jalan berlubang dan kondisi macet, Winda harus mencari jalan lain untuk menuju kantornya yang berada di kawasan Senayan.

(Foto: Salsabila/Okezone)

"Setiap hari sih lewat sini. Ya kalau lagi jalan berlubang parah enggak lewat sini. Cari jalan tikus. Paling lewat Joglo atau Meruya. Soalnya kalau jalan berlubang gini kan harus hati-hati. Terus jadi macet. Paling kalau berasa itu pas malem hari. Kan gelap, ada proyek, berdebu, terus macet. Udah deh, mending enggak usah lewat situ," kata Winda saat berbincang dengan Okezone di depan Universitas Budi Luhur (UBL), Petukangan, Jakarta Selatan, Selasa (20/12/2016).

Debu Proyek dan Kemacetan Jadi “Makanan” Rutin

Namun, persoalan JLNT kawasan Ciledug bukan hanya itu. Pengendara juga harus “menikmati” debu proyek tersebut. Tentu debu proyek merugikan para pengguna jalan. Saat Okezone berada di lokasi, debu terasa ketika angin berembus.

"Ini debunya banyak, kadang ganggu mata. Kalau enggak make kacamata susah. Paling make helm yang ada kacanya. Tapi masih suka masuk ke mata,” tutur Winda.

Tentu, di setiap pembangunan jalan bakal menimbulkan kemacetan. Hal ini, ibarat sudah menjadi hukum alam. Berdasarkan penelusuran Okezone, ketika jam kerja, pukul 06.00-09.00 WIB, ini merupakan puncak kemacetan di Jalan Ciledug Raya sampai fly over Kebayoran Lama.

Kemacetan ini diperparah dengan angkutan umum yang memakai bahu jalan untuk ngetem menunggu penumpang. Selain banyaknya alat berat proyek yang bersandar di bahu jalan.  Memang sebelum adanya proyek JLNT tersebut, kawasan ini memang sudah terkenal macet. Tetapi masih bisa dilalui.

Ketika proyek sepanjang 10,3 kilometer ini mulai dikerjakan, kepadatan kendaraan pun semakin parah.

(Feri Agus Setyawan)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement