Sempat keluar ketentaraan, Visser masuk lagi dan bergabung ke Pasukan Belanda ke-2 sebagai operator radio. Di pasukan ini, Visser akhirnya ikut merasakan yang namanya pertempuran di PD II dengan ikut Operasi Market Garden, pendaratan sekutu dengan terjun payung di Arnhem pada September 1944.
Karier militer Visser lumayan pesat dan sempat digembleng lagi di Sekolah Pasukan Para di India. Pengalamannya yang lumayan banyak untuk ukuran prajurit Belanda kala itu, membuatnya dipercaya mendirikan School voor Opleiding van Parachutisten di Hollandia (kini, Jayapura) dengan pangkat letnan pada 1946.
Visser juga sempat mudik pada 1947 ke Belanda dan tak lama kemudian bercerai denga istrinya, lantaran ‘ogah’ diajak ke Hindia Belanda (kini Indonesia). Sekembalinya ke Hindia Belanda, Visser dipromosikan jadi kapten, untuk menjabat pelatih kepala hingga 1949.
Pasca-penyerahan atau pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) dari Kerajaan Belanda, Visser pensiun dan memilih jadi petani di Lembang, Bandung dengan istri barunya asal Sunda. Namun kehidupan sunyi sebagai petani itu hanya dialami Visser yang sudah jadi mualaf dan berganti nama jadi Mochammad Idjon Djanbi, selama dua tahun.
Pasalnya pada 1951, datang seorang kenalannya, Letda Sugianto yang ternyata jadi ajudan Kolonel Alexander Evert Kawilarang, Panglima Komando Tentara Teritorioum III/Siliwangi. Sugianto ingin meminta jasa Idjon Djanbi di TNI.