JAKARTA - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Triwisaksana menyatakan Pemerintah Daerah DKI Jakarta perlu lebih berhati-hati dan menghormati hak warga dalam menggusur rumah, meski atas nama penataan pemukiman.
Ia menyatakan hal tersebut terkait keluarnya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan gugutan warga Bukit Duri atas Surat Peringatan satu (SP 1) penggusuran pemukiman warga di Bukit Duri pada 2016 lalu.
Politisi PKS itu menegaskan bahwa putusan PTUN yang menyatakan warga Bukit Duri secara sah mendiami tanah yang ditinggalinya secara turun-temurun memberi dua pelajaran penting dalam proses penataan pemukiman.
Pelajaran pertama, ujar dia, adalah Kantor Satpol PP yang menerbitkan SP1 yang meminta warga untuk membongkar rumahnya, hendaknya menghormati argumen yang disampaikan warga tentang kepemilikan atas tanah yang dimilikinya dan tidak begitu saja memaksa melakukan menerbitkan SP1 dan menunggu sampai putusan hukum keluar sebelum melakukan pembongkaran paksa.
"Apalagi warga juga sudah melakukan class action," kata Triwisaksana yang juga menjadi juru bicara pasangan cagub-cawagub DKI nomor urut 3, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, Selasa (10/1/2017).
Sedangkan pelajaran kedua, ujar Triwisaksana, jika Pemprov DKI memang ingin menata pemukiman di kawasan pinggir Ciliwung harus melakukan proses dialog dengan warga dan menghormati bukti kepemilikan warga atas tanah dan tempat tinggal yang akan dilakukan penataan tersebut.
Dialog, lanjutnya, dilakukan hingga mencapai titik temu yang bisa diterima kedua pihak. "Warga yang memiliki bukti kepemilikan yang sah harus diganti dengan harga yang layak dan juga penataan pemukikan dilakukan dengan memperhatikan aspirasi warga," ujarnya.