Tapi seiring zaman, ritual memakan daging manusia itu mulai berkurang, tak sesering dulu. Kehidupan mereka pun mulai diketahui sejak datang seorang misionaris Belanda pada 1979.
Uniknya, mereka tinggal bukan di rumah adat macam honai seperti suku-suku di Papua lainnya. Melainkan di rumah-rumah pohon, demi terhindari dari bencana banjir, kebakaran, hingga serangan binatang buas.
Dalam satu rumah pohon tidak hanya ditempati hanya satu keluarga, namun satu klan yang biasanya dipisahkan jadi dua bagian, yakni khusus laki-laki dan perempuan.
Sejak ditemukan eksistensinya pada 1979, keberadaan suku ini mulai menarik perhatian orang-orang luar lainnya. seperti peneliti antropologi dari Amerika Serikat, Rupert Stasch, wartawan penjelajah Paul Raffaele, hingga tim Human Planet BBC.
Kehidupan mereka masih sangat sederhana. Untuk aktivitas sehari-hari, mereka masih menggunakan alat-alat yang terbilang primitif, seperti kapak batu misalnya.